Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menilai insiden keracunan massal siswa di Cianjur usai menyantap makanan dari Program Makan Bergizi Gratis (MBG) mencerminkan buruknya pengawasan dan pelaksanaan program oleh Badan Gizi Nasional (BGN).
“Program MBG ini sebenarnya bagus, tapi sayangnya eksekusinya amburadul. Kasus keracunan di Cianjur adalah alarm bahwa pengawasan dan pendampingan teknis dari BGN sangat lemah,” ujar Iman Zanatul Haeri, Kepala Bidang Advokasi Guru P2G, kepada Inilah.com, Rabu (23/4/2025).
Iman menyoroti bahwa Peraturan BGN Nomor 6 Tahun 2024 sebetulnya sudah mengatur secara jelas perihal pendampingan, pelatihan, dan bimbingan teknis bagi dapur MBG. Namun, ia mempertanyakan apakah ketentuan itu benar-benar dijalankan di daerah yang kini mengalami Kejadian Luar Biasa (KLB).
“Pertanyaannya, apakah pelatihan dan bimbingan teknis itu betul-betul dilakukan di Cianjur? Jangan-jangan malah tidak pernah dilakukan, sehingga makanan tidak aman sampai ke anak-anak,” tegasnya.
Surat Edaran Kemenkes Diabaikan?
Guru di salah satu sekolah di Jakarta itu juga menyinggung adanya Surat Edaran Kementerian Kesehatan HK.02.02/C/319/2024 tentang pembinaan dan pengawasan keamanan pangan siap saji pada program MBG. Surat itu sudah mengatur kewajiban pelaporan kasus keracunan oleh Tim Gerak Cepat (TGC) serta mekanisme tanggap KLB.
“Tapi mekanisme ini tampaknya tidak dijalankan maksimal. Padahal Kemenkes sudah menekankan bahwa keracunan makanan dalam MBG harus dianggap serius dan dilaporkan segera oleh TGC,” ujarnya.
Sinyal Gagalnya Sistem: Banyak Tahapan Diabaikan
P2G mencatat, kasus serupa tidak hanya terjadi di Cianjur, melainkan juga di sembilan kabupaten/kota lainnya, termasuk Pandeglang, Bulukumba, Empat Lawang, Sumba Timur, Jombang, Takalar, Batang, dan lainnya. Bahkan, ada kasus di mana menu MBG hanya berisi mi instan.
“Ini bukti ada middleman berlebihan dan pengawasan lemah. Saat makanan sampai ke siswa, nilai gizinya sudah hilang. Bahkan ada guru yang mencium makanan basi dan membuangnya. Itu penyelamatan darurat,” jelas Iman.
P2G Desak Evaluasi Total dan Penegakan Sanksi
P2G mendesak BGN melakukan evaluasi menyeluruh dan tegas, termasuk pemberian sanksi kepada dapur-dapur MBG yang melanggar SOP atau tidak mengikuti bimbingan teknis.
“Kalau tidak patuh SOP, tidak layak lagi jadi penyedia makanan bergizi untuk anak-anak. Ini soal nyawa dan masa depan generasi,” tegas Iman.
Menurutnya, pendekatan “zero tolerance” harus diterapkan dalam program MBG.
“Salus Populi Suprema Lex—keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi. Jangan biarkan anak-anak jadi korban kebijakan yang ceroboh,” pungkasnya.