Pakar IT Ungkap Potensi Besar Teknologi Web3 di Indonesia


Potensi besar teknologi Web3 di Indonesia kembali menjadi sorotan dalam acara BUIDLRS Web3 Sunset Gathering yang berlangsung di Valle Bali, Canggu. Acara ini merupakan bagian dari rangkaian Coinfest Asia 2024 yang digelar oleh PT Pintu Kemana Saja (PINTU), aplikasi crypto all-in-one, bekerja sama dengan AWS Startups dan Saison Capital.

Mengusung tema “Unleashing Southeast Asia Web3 Potential,” acara ini menghadirkan tiga pakar teknologi yang membagikan pandangan mereka mengenai perkembangan dan masa depan Web3 di Asia Tenggara, khususnya di Indonesia.

Qin En Looi, Partner dari Saison Capital, mengungkapkan keyakinannya bahwa industri Web3 di Asia, terutama yang terkait dengan institusi finansial, memiliki potensi yang sangat besar. Menurutnya, lingkungan yang kondusif di kawasan Asia memungkinkan lembaga-lembaga dan pemerintah untuk bereksperimen dengan teknologi blockchain dan menghadirkan berbagai solusi inovatif. 

“Saya pikir caranya sangat sederhana seperti mendorong interaksi pengguna untuk bisa memiliki dompet crypto dengan banyak opsi seperti login melalui sosial media atau email. Selain itu bagaimana juga User Interface (UI) & User Experience (UX) yang membuatnya lebih mudah diakses. Menurut saya developer Web3 berhenti malas dan harus terus berinovasi,” ungkap Looi dalam siaran pers yang diterima inilah.com, Selasa (27/8/2024).

Looi juga menekankan pentingnya para pengembang Web3 untuk menciptakan pengalaman pengguna yang lebih mudah diakses, termasuk dengan menyediakan opsi login melalui media sosial atau email.

WhatsApp Image 2024-08-27 at 1.58.56 PM.jpeg

Brian Limiardi, Co-founder & CEO Copra Labs, menyoroti tantangan yang dihadapi pasar Web3 di Indonesia. Menurutnya, meskipun Indonesia memiliki pasar Web2 yang besar dan dinamis, sektor Web3 di negara ini tetap memiliki peluang untuk tumbuh. Limiardi percaya bahwa kembalinya sektor Decentralized Finance (DeFi) akan menjadi katalis utama bagi pertumbuhan Web3 di Indonesia.

“Untuk mendorong pasar Web3 tumbuh, bagi saya katalis utamanya adalah kembalinya sektor Decentralized Finance (DeFi). Mungkin dalam siklus ini banyak narasi baru yang muncul, namun tetap banyak orang menyadari bahwa DeFi ada di lapisan aplikasi dari infrastruktur yang benar-benar jelas,” jelasnya.

Tytan.eth (Ty Blackcard), Co-Founder Magnify Cash, menambahkan bahwa pasar Web3 di Asia, khususnya Indonesia, memiliki daya tarik tersendiri. Meskipun kesadaran akan crypto masih dalam tahap awal, volume transaksi yang terjadi menunjukkan potensi besar. 

Tytan.eth juga mencatat bahwa kolaborasi di Asia terasa lebih mudah dan energinya lebih bebas mengalir dibandingkan dengan pasar Barat, membuat kawasan ini semakin menarik bagi para pelaku industri.

Menurut laporan Emergen Research, pasar Web3 di Asia Tenggara diproyeksikan bernilai $6,4 miliar pada tahun 2030 dengan tingkat pertumbuhan sebesar 50,2%. Sementara itu, berdasarkan data dari Chainalysis, Indonesia menempati posisi ke-7 dalam indeks adopsi crypto dunia.

Jonathan Hartono, Head of Community PINTU, menyatakan optimisme bahwa pasar Web3 di Indonesia akan terus berkembang pesat. 

“Kami yakin bahwa developer di Indonesia tidak hanya akan bertumbuh dari segi jumlah, tetapi juga mampu menghadirkan inovasi berskala global,” tutup Jonathan.

Acara BUIDLRS Web3 Sunset Gathering ini menjadi momen penting untuk melihat bagaimana Web3 dapat menjadi pilar penting dalam perkembangan teknologi di Indonesia dan Asia Tenggara.