Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari menilai pemerintah akan memiliki pekerjaan rumah yang sulit jika pemilihan kepala daerah dilakukan oleh DPRD. Pasalnya banyak aturan yang harus diubah dalam memuluskan wacana tersebut.
Menurutnya, biaya penyelenggaraan Pilkada langsung yang mahal disebabkan oleh ulah dari partai politik, para calon dan penyelenggara.
“Yang membuat Pilkada itu mahal dan pemilu-pemilu lain mahal, itu adalah calon dari partai politik sendiri. Coba bayangkan misalnya, kenapa itu mahal? Kan teman-teman calon berupaya betul mereka bisa jadi calon tunggal. Itu beli perahunya kan harus menyuruh partai,” kata Feri dalam diskusi politik di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (21/12/2024).
Feri menyinggung perilaku peserta pilkada yang menggelontorkan dana besar-besaran untuk menang, sehingga membuat kebutuhan anggaran membengkak. Namun, justru hak rakyat untuk memilih yang akan dihilangkan.
“Nah maharnya berapa itu? Jadi mahal. Belum lagi menggunakan banyak hal. Nah ini problematikanya, jangan kemudian diambil hak publik untuk menentukan siapa pimpinan,” ucap Feri.
Selain itu, ia menyebut partai dengan kursi kecil di DPRD tidak akan terlalu signifikan bisa diperjuangkan.
“Bayangkan kalau kursi di DPRD itu 10, maka partai mayoritas cukup menguasainya enam kursi. Jadi mereka bisa tentukan, penting enam kursi dimenangkan, selesai. Begitu juga kalau kita membiarkan ditingkatan nasional itu terjadi, itu akan mudah sekali,” ujar Feri.
Sebelumnya, Presiden RI Prabowo Subianto menyampaikan gagasan tentang perbaikan sistem politik di Indonesia karena berbiaya tinggi dan tidak efisien jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga.
“Menurut saya hari ini yang paling penting yang disampaikan Ketua Umum DPP Partai Golkar tadi bahwa kita semua merasakan demokrasi kita yang kita jalankan, ada satu atau ada beberapa hal yang harus kita perbaiki bersama-sama. Menurut saya kita harus memperbaiki sistem kita,” ujar Prabowo, Kamis (12/12/2024).
Dari sisi DPR, hal serupa sempat disampaikan oleh Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Jazilul Fawaid yang mengusulkan agar pilkada di tingkat provinsi untuk memilih pasangan calon gubernur dan wakil gubernur dilakukan melalui DPRD masing-masing provinsi bukan lagi dipilih oleh rakyat secara langsung karena berbiaya mahal.
Menurut dia, tingginya biaya pemilihan gubernur itu terlihat pada Pilkada 2024. Misalnya, Pemerintah harus mengeluarkan biaya lebih dari Rp1 triliun untuk Pilkada Jawa Barat saja, belum lagi ditambah biaya pemilihan gubernur di wilayah lainnya.
“Itu bukan anggaran yang kecil. Kalau yang Rp1 triliun itu diberikan ke salah satu kabupaten di salah satu provinsi, di NTT misalnya, itu bisa membuat ekonomi bangkit,” kata Jazilul.