Pakar: Pelanggaran Hukum Sering Digeser Jadi Pelanggaran Kode Etik di Tubuh KPK


Pakar Hukum Pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Mudzakkir menilai saat ini pelanggaran etik sering kali menjadi benteng bagi adanya pelanggaran hukum.

Hal ini ia ungkapkan saat menanggapi dugaan keterlibatan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam perkara Peninjauan Kembali (PK) Mardani H Maming di Mahkamah Agung.

“Terkait pelanggaran etik atau pelanggaran hukum dalam periode penyelenggaraan negara sekarang ini agak dikacaukan, yakni melanggar hukum digeser menjadi melanggar kode etik,” ucap Muzakir kepada Inilah.com saat dihubungi di Jakarta, Senin (9/9/2024).

“Maka cukup diselesaikan dengan sanksi kode etik, padahal senyatanya melanggar hukum pidana,” sambungnya, menegaskan.

Ia pun memberi beberapa contoh kasus seperti saat Wakil Ketua KPK Lili Pintauli yang menerima fasilitas berupa tiket nonton MotoGP Zona A-red di Mandalika dan menginap di Amber Lombok Resort. Lili juga sempat menjalani sidang etik oleh Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Namun, dirinya tak pernah dijatuhkan sanksi pidana.

Selain itu, Mudzakkir juga membeberkan kasus saat oknum pegawai KPK ada yang memeras tahanan di rutan KPK, juga hanya diselesaikan dengan pelanggaran kode etik, bukan pidana.

“Padahal perbuatannya sebagai tindak pidana. Demikian (juga kasus) yang lainnya. Nah sekarang persoalan Nurul Ghufron juga sama, melanggar kode etik, perbuatannya menyalahgunakan pengaruh jabatannya sebagai komisioner KPK,” terangnya.

“Pertanyaannya melanggar kode etik sebagai pintu masuk pidana atau untuk menutup perkara tindak pidananya?” tambah Muzakir.

Ia menyebut idealnya materi kode etik tentu tidak sama, dengan materi tindakan yang melawan hukum dalam hukum pidana.

“Idealnya materi kode etik tidak sama dengan materi melawan hukun dalam hukum pidana, dan tidak memasukkan tindak pidana ke dalam kode etik,” tuturnya.

Diketahui, tersiar kabar bahwa dalam musyawarah majelis hakim PK Mardani Maming pada Selasa malam (3/9/2024), Sunarto berkeras menerima PK dan mengurangi hukuman Mardani Maming. Sedangkan, dua hakim anggota lainnya, yakni Ansori dan Prim Hayadi kompak menolak PK itu, karena tidak ada novum baru.

Kini muncul informasi baru soal adanya peran Ghufron. Jika benar, ini menjadi rekor karena ia baru saja diputus Majelis Etik Dewas KPK melanggar etik karena menggunakan pengaruhnya sebagai wakil ketua KPK untuk kepentingan pribadi, yaitu membantu mutasi ASN di Kementerian Pertanian berinisial ADM dari Jakarta ke Malang. Ia menghubungi eks Sekjen Kementan Kasdi Subagyo agar mempercepat proses pemindahan ADM.

“Menyatakan Terperiksa (Ghufron) terbukti menyalahgunakan pengaruh untuk kepentingan pribadi,” kata Tumpak ketika membacakan amar putusan etik di Ruang Sidang lantai 6 Gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan, Jumat (6/9/2024).

Ia pun dijatuhkan sanksi etik sedang, berupa teguran tertulis kepada pimpinan lembaga antirasuah tersebut. Serta, sanksi berupa pemotongan gaji Ghufron sebesar 20 persen selama enam bulan ke depan.Total gaji Wakil Ketua KPK Rp112,5 juta, jika dihitung dengan potongan 20 persen, maka kira-kira Ghufron masih menikmati gaji sekitar Rp90 juta per bulan hingga akhir periode pimpinan KPK pada 20 Desember 2024 mendatang.