News

Pakar: UU IKN Nusantara Langgar Konstitusi Layak Digugat ke MK

Pakar hukum tata negara Said Salahudin menilai, UU Ibu Kota Negara (IKN) melanggar konstitusi. Layak uji materi atau judicial review ke MK.

“Dalam pasal 18 ayat 1 dan 2 mengatur NKRI terdiri dari provinsi. Tiap provinsi terdiri dari kabupaten dan kota. Masing-masing punya pemerintah daerah yang diatur dengan undang-undang. Nah, IKN ini posisinya di mana? Provinsi Kaltim, Kabupaten Penajam, atau provinsi baru. Ini belum clear,” papar Said kepada Inilah.com, Jakarta, Selasa (25/1/2022).

Mungkin anda suka

Apabila IKN berada di provinsi di luar Kaltim, alias provinsi baru ke-35, kata dia, maka pembahasan pemerintah dengan DPR, bukan RUU IKN. Namun, membahas RUU pembentukan provinsi baru, pemekaran dari Kalimantan Timur. “Demikian pula kalau posisi IKN berada di luar Kabupaten Penajam, maka harus dibahas dulu UU pembentukan kabupaten atau kota baru. Pemekaran dari Penajam. Tapi kenyataannya kan enggak begitu. Ujug-ujug dibahaslah RUU IKN yang kemudian disetujui menjadi UU IKN,” tuturnya.

Belum putus masalah di atas, lanjut Said, muncul kebingungan baru. Dalam pasar 2 ayat 2, menyatakan bahwa MPR bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibu kota negara. “Nah, sekarang IKN baru-nya di mana? Kan bikin kebingungan baru,” ungkapnya.

Tak berhenti di situ, Said membeberkan pasal 23G UUD 1945 yang mengatur keberadaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Bunyinya: Badan Pemeriksa Keuangan berkedudukan di ibu kota negara, memiliki perwakilan di setiap provinsi. “Nah, sekarang ibu kota negara Nusantara, posisinya kan belum jelas. Kalau di Penajam, statusnya provinsi, kabupaten atau kota. Sehingga, UU IKN benar-benar bikin gaduh dari perspektif konstitusi,” ungkap Said.

Pun ketika posisi IKN Nusantara ditetapkan di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), menurutnya, tetap ada masalah. Lantaran pembentukan Pemkab PPU, melalui undang-undang. “Artinya, UU Pemkab PPU dibatalkan atau bagaimana? Lalu, DPRD dan pemda yang sudah terbentuk, mau diapain,” kata dia.

Jalan keluarnya, Said mendukung sejumlah tokoh yang berencana mengajukan judicial review terhadap UU IKN ke Mahkamah Konstitusi (MK). “Untuk menghindari polemik demi kepastian hukum, serta menjunjung supremasi hukum, ajukan saja ke MK. Bisa saja, analisa saya salah. Namun bisa pula benar. Artinya, UU IKN melanggar konstitusi. Saya kira, bolanya di tangan MK,” pungkas Said.

 

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Iwan Purwantono

Mati dengan kenangan, bukan mimpi
Back to top button