Paket Stimulus Vs Kenaikan PPN 12 Persen, Beda Nasib Rakyat Jepang dengan Indonesia


Pemerintah Jepang memberikan kado kepada rakyatnya berupa paket stimulus senilai ribuan triliun rupiah untuk menopang belanja konsumen. Sementara di Indonesia, akan ada kenaikan tarif PPN dan iuran BPJS yang berdampak pada pelemahan daya beli masyarakat.

Pemerintah Jepang menyetujui paket stimulus ekonomi komprehensif senilai US$140 miliar atau sekitar Rp2.230 triliun di saat negara itu berusaha menopang belanja konsumen di tengah kenaikan harga.

Paket tersebut, yang disahkan dalam rapat kabinet luar biasa pada Jumat (22/11/2024), mencakup subsidi untuk mengurangi dampak negatif dari kenaikan harga energi serta bantuan uang tunai bagi rumah tangga berpenghasilan rendah, mengingat pendapatan yang siap dibelanjakan (disposable income) kian terkikis oleh kenaikan harga.

Perdana Menteri Jepang Shigeru Ishiba mengatakan kepada para wartawan, pertumbuhan upah ‘diperlukan’ untuk mendukung ekspansi ekonomi yang lebih luas.

“Penting untuk diperhatikan bahwa bukan hanya masyarakat perkotaan, tetapi juga masyarakat pedesaan, yang seharusnya dapat merasakan harapan dan kebahagiaan,” kata Ishiba, seperti dikutip dari Nikkei Asia, Sabtu (23/11/2024).

Paket stimulus ini diproyeksikan akan menurunkan harga-harga konsumen sekitar 0,3 poin persentase, sekaligus meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB) yang disesuaikan terhadap inflasi Jepang sebesar 1,2 poin persentase secara tahunan, ungkap Kantor Kabinet Jepang.

Untuk mendanai paket tersebut, pemerintahan Ishiba akan mencoba meloloskan anggaran tambahan senilai 13,9 triliun yen untuk periode tahun fiskal yang berakhir Maret 2025, dalam sidang parlemen luar biasa yang akan diadakan pada Kamis (28/11/2024) mendatang.

Dalam paket stimulus tersebut, pemerintahan Ishiba juga berjanji akan menaikkan ambang batas pendapatan bebas pajak, setelah menyerah pada tuntutan dari partai oposisi, yang suaranya dibutuhkan oleh koalisi berkuasa untuk mengamankan pengesahan sebuah anggaran tambahan.

Kontras dengan Jepang, dari dalam negeri malah terjadi hal sebaliknya, di mana pemerintah akan menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sampai kenaikan iuran BPJS untuk tahun depan.

Dikabarkan, pemerintah Indonesia akan menaikkan PPN menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025. Kebijakan tersebut adalah mandat dari Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

PPN 12 persen akan dikenakan terhadap seluruh barang dan jasa kecuali barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan, jasa pendidikan, jasa pelayanan sosial, dan beberapa jenis jasa lainnya, diberikan fasilitas pembebasan PPN.

Kenaikan PPN tentu saja dapat mendorong peningkatan beban terhadap masyarakat kelas menengah hingga bawah mengingat mereka harus membayar lebih mahal barang yang mereka beli mulai baju, pulsa, hingga makanan.

Sementara, iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan juga berpotensi naik pada 2025. Hal ini tertera dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Jaminan Kesehatan.

Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti menjelaskan, dalam Pasal 103B Ayat 8 mengatur bahwa penetapan iuran, manfaat, dan tarif pelayanan ditetapkan paling lambat 1 Juli 2025.

“Anda baca di Perpres 59. Dievaluasi, lalu nanti di maksimum 1 Juli 2025. Nah, itu iurannya kemudian tarif dan manfaatnya akan ditetapkan,” kata Ghufron usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) Dewan Pengawas dan Direktur Utama BPJS Kesehatan dengan Komisi IX DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, dikutip Selasa (19/11/2024).

Saat ini, Ghufron pun belum dapat memastikan apakah iuran peserta JKN akan naik atau tetap. Sebab, pihak yang berwenang untuk menetapkan hal tersebut bukan BPJS Kesehatan, tapi pemerintah.

Namun, ia menegaskan bahwa BPJS Kesehatan ingin penetapan terkait iuran, manfaat, dan tarif pelayanan disesuaikan dengan berbagai pertimbangan, termasuk politik hingga kemampuan membayar.