Ototekno

Pancasila Jadi Landasan Dasar Berbudaya di Dunia Digital

Pancasila

Berdasar survei oleh Microsoft beberapa waktu lalu, tingkat kesopanan warganet Indonesia termasuk paling rendah di kawasan Asia Tenggara. Hal itu amat disayangkan mengingat Indonesia memiliki nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila. Berinteraksi di dunia digital juga membutuhkan kesopanan dan etika.

Demikian yang menjadi perbincangan dalam webinar bertema tema “Yuk Bijak Dalam Menyampaikan Komentar di Media Sosial”, Kamis (14/7), di Balikpapan, Kalimantan Timur, yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika RI bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi.

Acara yang dipandu oleh Cahya Purwaningtyas itu menghadirkan tiga narasumber yaitu Tim Chatbat Whatsapp MAFINDO Arief Putra Ramadhan; Dosen Antropologi IAIN Salatiga Rifqi Fairuz; dan Loina Lalolo Krina Perangin-angin selaku Dosen dan Ketua Prodi Ilmu Komunikasi Swiss German University.

Dalam webinar tersebut, Arief menyampaikan mengapa kita perlu melindungi data pribadi.

Menurutnya, data pribadi perlu dilindungi karena termasuk ke dalam hak seorang individu untuk menentukan apakah data pribadi miliknya akan dikomunikasikan atau tidak kepada pihak lain.

Terdapat beberapa sumber dari mana identitas pribadi bisa didapat, salah satunya adalah lewat data yang dicuri—entah melalui akses langsung ke perangkat penyimpan data seperti ponsel pintar, situs phishing (pengelabuan) ataupun meretas tempat penyimpanan data.

Mengingat terdapat banyaknya cara yang bisa dilakukan oleh seseorang untuk mencuri data pribadi kita, maka Arief pun menghimbau masyarakat agar selalu waspada.

“Jangan lupa untuk periksa kembali aturan privasi dan keamanan di media sosial yang kita miliki. Jangan juga sembarangan memberikan kode OTP, baik untuk media sosial, aplikasi perbankan digital, lokapasar, surel, dan lain-lainnya.

Bahkan sebisa mungkin kita harus mengunci setiap aplikasi. Hal ini juga bisa dilakukan dengan mengunci layar telepon genggam karena ditakutkan ketika telepon genggam kita hilang, maka orang lain dapat mengakses aplikasi-aplikasi tersebut”, terang Arief.

Selanjutnya, dalam sesinya yang membahas tentang budaya bermedia digital, Rifqi mengatakan bahwa berdasarkan studi yang dilakukan oleh Microsoft mengenai tingkat kesopanan warga internet, Indonesia menduduki posisi terburuk se-Asia Tenggara.

Adapun tiga faktor yang mempengaruhi risiko kesopanan di Indonesia diantaranya adalah hoaks dan penipuan, ujaran kebencian, serta diskriminasi. Arief pun amat menyayangkan hal tersebut. Menurutnya, kita sebagai warga internet Indonesia dapat memperbaiki hal tersebut dengan menerapkan nilai-nilai Pancasila serta kebhinekaan di dunia digital.

“Menjadi warga digital yang menerapkan Pancasila sebagai landasannya berarti siap untuk berhadapan dengan pengguna internet yang memiliki latar belakang yang beragam. Tidak semua orang memiliki pemikiran yang sama atau keberpihakan isu yang sama. Mulailah belajar memberanikan dan membuka diri untuk berkolaborasi, terbuka untuk dialog, dan membangun jembatan, bukan pagar”, himbau Arief.

Sebagai penutup sesi pemaparan materi, Loina menyebutkan beberapa netiket yang perlu diperhatikan dalam memberikan komentar di media sosial, diantaranya yaitu memastikan bahwa kita sudah membaca atau menonton konten secara keseluruhan, memberikan komentar yang berhubungan dengan isi konten, tidak memberikan komentar yang menyinggung maupun berulang-ulang, serta menghindari perdebatan di kolom komentar milik orang lain.

“Internet adalah anugerah, tetapi bisa menjadi bencana ketika teknologi yang mengendalikan manusia sehingga manusia kehilangan etika-etika dasar yang diterapkan di kehidupan sehari-hari. Etika digital ditawarkan sebagai pedoman dalam berinteraksi di dunia maya secara sadar, bertanggung jawab, berintegritas, dan menjunjung nilai-nilai kebajikan antar insan”, tutup Loina.

Dengan hadirnya program Gerakan Nasional Literasi Digital oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika RI diharapkan dapat mendorong masyarakat menggunakan internet secara cerdas, positif, kreatif, dan produktif.

Kegiatan ini khususnya ditujukan bagi para komunitas di wilayah Kalimantan dan sekitarnya yang tidak hanya bertujuan untuk menciptakan Komunitas Cerdas, tetapi juga membantu mempersiapkan sumber daya manusia yang lebih unggul dalam memanfaatkan internet secara positif, kritis, dan kreatif di era industri 4.0.

Kementerian Komunikasi dan Informatika RI bersama GNLD Siberkreasi juga terus menjalankan program Indonesia Makin Cakap Digital melalui kegiatan-kegiatan literasi digital yang disesuaikan pada kebutuhan masyarakat. Untuk mengikuti kegiatan yang ada, masyarakat dapat mengakses info.literasidigital.id atau media sosial @Kemenkominfo dan @Siberkreasi.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button