Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) memberikan solusi terkait penyakit HIV/AIDS yang dinilai bak fenomena gunung es.
Mengingat sulitnya mendeteksi Orang dengan HIV/AIDS, PB IDI menyarankan pemerintah untuk mengadakan Hari Tes HIV Nasional yang secara resmi diagendakan dalam kalender Tanah Air.
“Karena di banyak negara kendala utama selama pandemi kemarin adalah turunnya jumlah orang yang tes HIV. Jadi PB IDI menyarankan agar ada hari tes HIV nasional. Sehingga ada kemudahan tidak perlu kesulitan untuk tes HIV,” kata Anggota Dewan Pertimbangan PB IDI Prof. dr. Zubairi Djoerban, Sp.PD-KHOM, dalam kegiatan media briefing secara virtual, Jakarta, Jumat (01/12/2023).
Data yang didapatkan saat ini hanya sebagian kecil dari besarnya jumlah orang yang sebenarnya mengidap HIV/AIDS.
Banyak orang yang tidak memeriksakan dirinya sehingga angka pasti jumlah ODHA hingga saat ini tidak dapat diketahui. Inilah yang dinamakan fenomena gunung es.
Selain adanya Hari Tes HIV Nasional, PB IDI juga meminta agar laboratorium dan fasilitas kesehatan yang menjadi tempat dilakukannya tes memiliki sistem rujukan.
“Nah, pada waktu rujukan itu maka konseling menjadi penting dan tentu dengan laboratorium tersebut akan selalu menjaga kerahasiaan identitas dari yang tes,” ungkap Zubairi.
Yang menjadi salah satu fokus Kementerian Kesehatan (Kemenkes) terkait tindakan tes HIV/AIDS yakni ada pada kelompok ibu hamil.
Mengingat secara umum, penularan HIV melalui jalur ibu ke anak menyumbang sebesar 20-45 persen dari seluruh sumber penularan HIV lainnya seperti melalui sex, jarum suntik dan transfusi darah yang tidak aman.
Zubairi menyebutkan hingga saat ini, baru 55 persen ibu hamil yang melakukan tes HIV/AIDS. Dari jumlah tersebut, ditemukan 0,3 persen atau sekitar 7.153 pasien yang mengalami positif HIV.
Yang menjadi persoalan berikutnya, sambung dia, tak semua ibu hamil pengidap HIV mendapatkan obat antiretroviral (ARV) yang merupakan bagian dari pengobatan HIV dan AIDS untuk mengurangi risiko penularan.
“Jadi ibu hamil sudah di tes positif, namun yang mengkonsumsi hanya konsumsi obat hanya 24 persen. Jadi akan menularkan ke bayinya dan akan sakit dan bisa meninggal. Sehingga HIV kita pada anak masih banyak,” jelasnya.
Kondisi seperti ini, lanjut Zubairi menjadi tantangan bersama. Mengingat secara umum, penularan HIV melalui jalur ibu ke anak menyumbang sebesar 20-45 persen dari seluruh sumber penularan HIV lainnya seperti melalui sex, jarum suntik dan transfusi darah yang tidak aman.
Leave a Reply
Lihat Komentar