Badan pengungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNHCR) mengimbau pemerintah Indonesia untuk menyelamatkan sebuah kapal yang terkatung-katung di lepas pantai baratnya yang membawa lebih dari 100 pengungsi Rohingya termasuk wanita dan anak-anak.
Suku Rohingya yang sebagian besar beragama Islam telah mengalami penganiayaan di Myanmar. Ribuan warganya mempertaruhkan nyawa setiap tahun dalam perjalanan laut yang panjang dan berbahaya untuk mencoba mencapai Malaysia atau Indonesia.
Perahu tersebut, yang diyakini membawa lebih dari 100 pengungsi, telah berlabuh sekitar 6 km dari pantai provinsi paling barat Aceh, tetapi pada Senin (21/10/2024) sebuah perahu bantuan menariknya hingga dalam jarak 1,6 km.
“UNHCR mendesak pihak berwenang untuk memastikan penyelamatan di laut dan pendaratan yang aman bagi kelompok yang putus asa ini,” kata Faisal Rahman, rekan perlindungan UNHCR di Indonesia.
“UNHCR dan mitra siap mendukung dan menyediakan bantuan yang sangat dibutuhkan bagi orang-orang yang rentan ini,” kata Rahman dalam pernyataannya, mengutip AFP.
Lima warga Rohingya dievakuasi Kamis (17/10/2024) untuk perawatan medis di rumah sakit setempat di Indonesia, tambahnya. Setidaknya satu pengungsi meninggal saat berada di atas kapal, menurut pejabat setempat di Aceh Selatan, kabupaten terdekat.
Etnis Rohingya di Myanmar menjadi sasaran tembak seiring meningkatnya pertempuran di Rakhine. Selama puluhan tahun, Aceh menjadi tempat berlindung yang aman bagi para pengungsi Rohingya.
Yuhelmi, juru bicara Kabupaten Aceh Selatan, mengatakan kepada AFP minggu lalu bahwa penduduk setempat sedang menunggu petugas imigrasi tiba sebelum keputusan mengenai langkah selanjutnya diambil. Rahman mengatakan negosiasi antara PBB dan pemerintah sedang berlangsung.
Indonesia bukan merupakan negara penanda tangan konvensi pengungsi PBB dan menyatakan tidak dapat dipaksa menerima pengungsi dari Myanmar. Sebaliknya, Indonesia meminta negara-negara tetangga untuk turut menanggung beban dan menampung warga Rohingya yang tiba di wilayahnya.
Banyak warga Aceh, yang memiliki kenangan akan konflik berdarah selama puluhan tahun, bersimpati terhadap penderitaan sesama Muslim mereka. Namun yang lain mengatakan kesabaran mereka telah diuji, mengklaim bahwa warga Rohingya mengonsumsi sumber daya mereka dan kadang-kadang terlibat konflik dengan penduduk setempat.
Pada bulan Desember 2023, ratusan mahasiswa memaksa relokasi lebih dari seratus pengungsi Rohingya dengan menyerbu gedung serbaguna di Aceh tempat mereka berlindung dan menendang barang-barang mereka.