Sudah lebih dari 180 jurnalis dan pekerja media gugur saat bertugas meliput kebiadab Israel dalam perang di Jalur Gaza sejak setahun yang lalu. (Foto: Getty Images/Majdi Fathi)
Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Volker Turk menyebut Timur Tengah telah menjadi ‘salah satu tempat liputan paling berbahaya bagi jurnalis’.
Mengutip Anadolu Agency, Sabtu (2/11/2024), pernyataan tersebut dikeluarkan Turk pada peringatan Hari Internasional untuk Mengakhiri Kekebalan atas Kejahatan terhadap Jurnalis yang jatuh pada tanggal 2 November.
Dia pun menekankan bahwa jurnalis ‘adalah mata dan telinga dunia yang sedang membara, dan suara para korban yang sedang mengalami krisis’.
Turk mengatakan serangan terhadap jurnalis semakin meningkat, dan mereka ‘dibunuh, disiksa, diintimidasi, dipenjarakan, dan dibungkam –dari Gaza dan Ukraina hingga Sudan, Myanmar, dan seterusnya’.
“Pada 2023, sebanyak 71 jurnalis dan pekerja media terbunuh, lebih dari 300 dipenjarakan,” ungkapnya, seraya menambahkan bahwa perempuan jurnalis ‘biasanya menjadi target pelecehan melalui dunia maya yang dapat meningkat menjadi kekerasan fisik’.
“Khususnya, konflik yang menghancurkan saat ini telah menjadikan Timur Tengah sebagai salah satu tempat paling berbahaya bagi jurnalis, yang mengakibatkan jumlah korban yang mengkhawatirkan di kalangan pekerja media,” ucap Turk.
“Jumlah korban di kalangan jurnalis Palestina sangat tinggi. Mereka seharusnya mendapat perlindungan yang jauh lebih baik,” imbuhnya.
Turk juga menambahkan, kekebalan hukum atas serangan terhadap jurnalis ‘melemahkan keadilan’ dan lebih dari ‘delapan dari 10 pembunuhan jurnalis tidak dihukum’.
Dia pun mendesak pemerintah negara-negara terkait berbuat lebih banyak ‘untuk mencegah serangan, melindungi jurnalis, dan mengadili mereka yang bertanggung jawab’.
Laporan CPJ
Sebelumnya, laporan tahunan dari Komite Perlindungan Jurnalis alias Committee to Protect Journalists (CPJ) yang dirilis 30 Oktober 2024 menyebut Haiti dan Israel menduduki peringkat terburuk di dunia dalam hal membiarkan pembunuh jurnalis bebas tanpa hukuman.
Laporan lembaga yang berpusat di New York, AS itu melacak impunitas dalam kasus pembunuhan jurnalis di seluruh dunia selama dekade terakhir. Hampir 80 persen kasus pembunuhan jurnalis di seluruh dunia masih belum terpecahkan.
“Jika pembunuh jurnalis tidak dihukum, maka itu menciptakan lingkungan di mana jurnalis lain dapat diserang. Itu menciptakan lingkungan di mana serangan terhadap jurnalis terasa seperti kasus yang boleh dilakukan,” kata CEO CPJ Jodie Ginsberg, kepada VOA News, Kamis (31/10/2024).
Indeks impunitas CPJ secara khusus melacak kapan jurnalis dibunuh yang berhubungan langsung dengan pekerjaan mereka. Indeks ini mengukur jumlah pembunuhan jurnalis yang belum terpecahkan dibanding jumlah populasi negara bersangkutan.
Tahun ini menandai pertama kalinya Israel muncul dalam indeks tersebut setelah gagal meminta pertanggungjawaban siapa pun atas apa yang CPJ klasifikasikan sebagai pembunuhan terarah terhadap lima jurnalis di Gaza dan Lebanon oleh militer Israel selama setahun terakhir, selain tiga pembunuhan terarah lainnya yang terjadi sebelum perang dimulai.
CPJ sedang menyelidiki kemungkinan pembunuhan terarah terhadap 10 jurnalis lainnya dalam perang Israel-Hamas, kata laporan tersebut.