DPR jadi sorotan usai tak memasukkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset ke dalam Prolegnas prioritas. Kini bola panas coba dilempar ke pemerintah, Presiden Prabowo Subianto didorong menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) terkait perampasan aset, untuk menjawab desakan publik.
“Iya, kalau itu memang mau dianggap urgent dan penting. Sejak Pak Jokowi, sekarang Pak Prabowo, silakan saja Perppu,” kata Wakil Ketua Komisi II DPR Aria Bima, di Jakarta, Minggu (24/11/2024).
Legislator dari Fraksi PDIP itu menegaskan, DPR tak mau didesak untuk mengesahkan RUU Perampasan Aset. Alasannya, butuh kajian yang mendalam oleh DPR, pemerintah, akademisi, dan masyarakat sipil dalam menggodok RUU Perampasan Aset.
Aria menilai sebelum mengesahkan RUU Perampasan Aset juga membutuhkan kesiapan dari penegak hukum. Ia mengatakan kesiapan dari penegak hukum tersebut menjadi penting agar RUU Perampasan Aset dapat dijalankan setelah disahkan menjadi undang-undang.
“Daripada kita nanti kalau ada juga hanya sekadar seolah-olah akan bisa terlaksana, toh akhirnya juga undang-undangnya tidak bisa dilaksanakan atau belum dilaksanakan. Teman-teman juga harus melihat secara lebih jujur, undang-undang yang ada ini sudah bisa dilaksanakan dengan baik belum? Kan dengan penegakan hukum tidak hanya aspek normatifnya yang perlu, tapi aspek penegakan hukumnya saya kira jauh lebih perlu dan perlu kesiapan,” ujarnya.
Diketahui, DPR tetap tak memasukan RUU Perampasan Aset dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolenas) prioritas. Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Ahhmad Doli Kurnia mengatakan, banyak unsur yang perlu diperhatikan dalam membahas RUU ini, termasuk mengenai penamaannya.
“Tapi kalau menurut saya, kita harus hati-hati juga ini bicara soal undang-undang perampasan aset. Seperti yang pernah saya jelaskan, mulai dari penamaannya saja menurut saya kan juga harus kita bahas,” kata Doli di Jakarta, dikutip Selasa (19/11/2024).
Doli menjelaskan, penggunaan istilah “perampasan” dalam RUU ini akan diartikan negatif oleh beberapa pihak. Padahal, jika mengacu pada United Nations Anti-Corruption Convention mengartikan rancangan ini sebagai perbaikan aset-aset.
Selain mengenai penamaan yang mesti dilakukan secara hati-hati, Doli turut membeberkan alasan lain mengapa RUU Perampasan Aset tak kunjung segera dituntaskan DPR RI. Jika dilihat dari sisi prioritas, ia mengungkap masih ada RUU yang dinilai jauh lebih penting untuk disegerakan.
Asal tahu saja, naskah RUU Perampasan Aset sudah disusun sejak 2008, dan baru berhasil ke dalam daftar Prolegnas Prioritas Tahun 2023. Namun demikian, sejak Presiden Joko Widodo mengirimkan Surat Presiden (Surpres) ke DPR pada Mei 2023, hingga kini belum juga ada sinyal pembahasan.
Setidaknya, sudah enam kali rapat paripurna digelar sejak surpres diterima DPR, tetapi nasib RUU Perampasan Aset tetap menggantung, bahkan sampai para legislator DPR periode 2019-2024 merampungkan masa tugasnya
Banjir Kritik
Langkah DPR menggantung RUU Perampasan Aset menuai kritik. Peneliti Pusat Studi Anti Korupsi (Saksi) Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah atau yang akrab disapa Castro menyebut sudah memprediksi bila Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset, tidak akan masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas DPR periode 2024-2029.
“Kalau kemudian RUU Perampasan Aset tidak masuk dalam Prolegnas Prioritas untuk tahun 2025, itu sebenarnya sudah kita prediksi, karena memang ada semacam mereka enggan mengesahkan RUU yang akan menggorok leher mereka sendiri,” ucap Castro kepada Inilah.com saat dihubungi di Jakarta, dikutip Jumat (22/11/2024).
Ia bahkan menyatakan hal ini sebagai rahasia umum, karena kegalauan dari pihak DPR dan pemerintah terkait pembahasan RUU ini.
“Kita sama-sama paham lah kalau kemudian RUU itu serius dibahas, ya pada akhirnya diketuk palui. Mereka seperti menggorok leher sendiri kan dan itu yang mereka tidak mau. Logikanya karena mereka dalam hal ini DPR dan pemerintah yang paling banyak terlibat perkara-perkara kasus korupsi,” tuturnya.
“Maka otomatis RUU itu kalau diketuk palu misalnya, yang disasar adalah mereka-mereka yang bermasalah dalam hal ini DPR dan pemerintah,” sambungnya.
Secara terpisah, Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gajah Mada (UGM) Zainur Rohman menilai tidak masuknya RUU Perampasan Aset pada Prolegnas prioritas, mencerminkan lemahnya komitmen DPR terhadap upaya pemberantasan korupsi.
“Publik kan bertanya-tanya mengapa ini tidak segera dibahas, ya karena memang ada ketakutan dari DPR, kalau itu dibahas tentu akan berisiko untuk bisa menjadi bumerang bagi mereka sendiri,” ucap Zainur.