News

Pejabat Kabinet Boris Johnson Ramai-ramai Mundur, Total Sudah 5 Menteri

Rabu, 06 Jul 2022 – 18:06 WIB

Pm Inggris Boris mundur - inilah.com

Mungkin anda suka

Perdana Menteri Inggris Boris Johnson – ist

Setelah Menteri Keuangan Rishi Sunak dan Menteri Kesehatan Sajid Javid mundur, tiga Menteri lainnya di Kabinet Perdana Menteri Inggris Boris Johnson ikut meletakkan jabatan, Rabu (6/7/2022).

Ketiga Menteri yang ikut mundur tersebut yaitu, Menteri Urusan Anak dan Keluarga Will Quince, Menteri Transportasi Junior Laura Trott, dan Menteri Urusan Sekolah Robin Walker.

Mereka kompak mengundurkan diri sebagai bentuk protes kepemimpinan Johnson yang diselimuti berbagai skandal dalam beberapa bulan terakhir.

Quince mengaku mendapat informasi palsu dari Downing Street saat ia membela Johnson pada Senin, (4/7/2022).

Informasi palsu yang dimaksud berkaitan dengan tuduhan yang menjerat Wakil Ketua Whip dalam Parlemen Inggris, Chris Pincher, yang telah mengundurkan diri pekan lalu.

Pincher yang merupakan politikus senior Partai Konservatif ini dituduh meraba-raba dua pria dalam keadaan mabuk.

Downing Street sebelumnya menyangkal Johnson sudah mengetahui tuduhan saat dia ditunjuk mengisi jabatan di Parlemen pada Februari lalu.

Namun hal itu dibantah oleh seorang mantan pejabat tinggi Inggris. Pejabat itu menyebut Johnson pernah diberitahu soal insiden yang menyeret Pincher pada tahun 2019 ketika ia menjabat sebagai Menteri Luar Negeri.

Dalam surat pengunduran dirinya, Quince mengungkapkan bahwa Johnson telah menyampaikan permintaan maaf karena memberikan informasi palsu.

Dalam pernyataan terpisah, mantan Menteri Transportasi, Trott mengundurkan diri karena telah hilang kepercayaan pada kepemimpinan Johnson. Ia mundur dari jabatan sebagai PPS atau sekretaris pribadi parlemen dalam Departemen Transportasi Inggris.

“Kepercayaan dalam politik adalah dan harus selalu yang paling penting, tapi sayangnya dalam beberapa bulan terakhir kepercayaan itu telah hilang,” tulis Trott dalam pernyataan via Facebook.

Senada dengan Trott, Walker juga telah kehilangan kepercayaan pada kepemimpinan Johnson.

Walker yang menjabat Menteri Negara pada Departemen Pendidikan Inggris ini, menyatakan dirinya menganggap pemerintahan Johnson melakukan terlalu banyak kesalahan.

The Times of London mengatakan “rentetan ketidakjujuran Johnson betul-betul merusak pemerintahan yang efektif. Demi kebaikan negara ini, dia harus pergi,” kata harian itu.

Drama terbaru di jantung kekuasaan Inggris muncul ketika ekonomi merosot tajam. Para ekonom mengingatkan bahwa negara itu bisa jatuh ke dalam resesi.

Jajak pendapat singkat YouGov menunjukkan bahwa 69 persen warga Inggris berpendapat Johnson harus turun dari kursi Perdana Menteri.

Kendati demikian, para anggota kabinet lain di pemerintahan saat ini masih mendukungnya.

“Saya mendukung penuh perdana menteri. Saya prihatin melihat kolega-kolega baik mengundurkan diri, tetapi kami punya tugas besar untuk dilakukan,” kata Menteri Skotlandia Alister Jack.

Satu bulan lalu, Johnson lolos dalam pengumpulan suara mosi tidak percaya oleh para anggota parlemen Konservatif, dan menurut aturan partai dia tidak akan menghadapi mosi seperti itu lagi selama setahun. Namun, beberapa anggota parlemen berusaha mengubah aturan itu.

Johnson juga diselidiki oleh sebuah komite atas dugaan telah membohongi parlemen terkait pelanggaran penguncian COVID-19 yang dilakukannya.

Jika Johnson lengser, proses untuk mencari penggantinya akan memakan waktu beberapa bulan.

Dua setengah tahun yang lalu, Johnson meraup suara mayoritas di parlemen dengan janji akan menyelesaikan persoalan bertahun-tahun sejak Inggris keluar dari Uni Eropa (Brexit).

Namun sejak itu, cara dia menangani pandemi telah menuai kritik dan pemerintahannya bergerak dari satu masalah ke masalah lainnya.

Meski Johnson meraih pujian atas dukungannya kepada Ukraina, hal itu tidak mampu mengerek popularitasnya dalam jajak-jajak pendapat.

Peringkat Konservatif berada di bawah partai Buruh oposisi, dan popularitas Johnson anjlok ke titik terendah sepanjang kariernya.

Gaya pemerintahannya yang agresif kepada Uni Eropa telah membebani mata uang Inggris, memperparah inflasi yang diprediksi akan menembus angka 11 persen.

“Setelah semua kebusukan, skandal dan kegagalan ini, jelas bahwa pemerintahannya kini mulai runtuh,” kata Ketua Partai Buruh Keir Starmer. (AFP, The Guardian, Reuters)

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button