Market

Pekan Lalu Baru Naik 5,25 Persen, BI Ancang-ancang Kerek Suku Bunga Lagi

Bank Indonesia (BI) ancang-ancang menaikkan lagi suku bunga acuan (BI-7 Day Reserve Repo Rate/BI-7DRRR). Pekan lalu baru mengerek suku bunga ke level 5,25 persen. Alasannya, mengikuti bank sentral AS, The Fed.

Saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Jakarta, Sanin (21/11/2022), Gubernur BI, Perry Warjiyo menerangkan bahwa inflasi di negeri Paman Sam, tetap saja tinggi. Meski The Fed telah mengerek suku bunga acuan atau Fed Fund rate (FFR) ke level 4 persen.

Dia memprediksikan, The Fed akan terus mengerek FFR untuk menekuk inflasi agar tidak semakin liar. Saat ini, inflasi di AS masih berkutat di level 8 persen. Cukup tinggi. Lonjakan harga rasanya sulit dibendung di AS. Dampak perang Rusia-Ukraina yang tak kunjung reda, merupakan kekhawatiran yang cukup beralasan.

“Higher interest for longer, suku bunga yang tinggi akan berlangsung lama. Di AS kenaikan fed fund rate yang terakhir 75 bps menjadi 4 persen, kemungkinan Desember akan naik lagi jadi 50 bps sehingga 4,5 persen,” ujar Perry.

Kenaikan bunga ini, kata pria kelahiran Sukoharjo, Jawa Tengah ini, menyatakan bahwa banyak pelaku bisnis berharap, suku bunga baru berpeluang turun di semester II-2023. Namun agaknya sulit karena saat ini, inflasi AS masih di atas 8 persen.

“Kami perkirakan (FFR) akan naik lagi dari 4,5 persen menjadi 5 persen. Ada lagi yang memperkirakan (naik) 5,25 persen dan puncaknya di kuartal I dan kuartal II (2023) dan tidak akan segera turun, dan inilah higher for longer,” imbuhnya.

Pun demikian kondisi di Eropa. Di mana, bank sentral Eropa kelihatannya bakal terus mengerek suku bunga. Lagi-lagi urusannya soal inflasi tinggi Eropa yang mencapai 10 persen. Di Inggris saja, inflasinya hampir menembus 11 persen pada Oktober 2022.

“Di Eropa juga begitu, ICB bank sentral Eropa juga terus menaikkan suku bunga dan juga di Inggris. Inilah higher interest rate for longer dan tentu saja karena inflasinya dari sisi supply energi dan pangan belum tentu akan segera turun,” jelasnya.

Lonjakan inflasi inilah yang membuat kebijakan banyak bank sentral makin hawkish. Kondisi ini membuat makin banyak negara diperkirakan jatuh ke lubang resesi di tahun depan.

“Sehingga kejar-kejaran antara menaikkan suku bunga dan inflasi tinggi ini yang kenapa disebut risiko stagflasi, pertumbuhan yang stagnan atau cenderung menurun bahkan sekarang ada risiko resflasi, risiko resesi dan tingginya inflasi,” pungkasnya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button