Kalangan pengusaha kecewa dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menganulir UU Cipta Kerja kluster Ketenagakerjaan. Dampaknya penetapan upah tahun depan bisa memberatkan pengusaha.
“Kita sudah bertemu dan sampaikan kekecewaan ini ke Menteri Ketenagakerjaan Yassierli, terkait UMP (Upah Minimum Provinsi) yang sudah berlangsung 13 tahun, kita belum keluar dari perdebatan upah minimum tiap tahun,” kata Ketua bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Bob Azam, Jakarta, dikutip Rabu (27/11/2024).
Selanjutnya Bob menerangkan, sejak 2011, penetapan UMP selalu diwarnai perdebatan keras. Kala itu, pekerja dan buruh sempat berunjuk rasa dengan menutup jalan tol.
Sebelum UU Cipta Kerja ‘diberangus’ MK, kata Bob, Indonesia menjadi tujuan pertama bagi investor. Minat untuk membangun bisnis ke Indonesia cukup besar melebihi China dan India. Namun saat ini justru investor menahan diri.
“Begitu selesai UU Ciptaker terganjal lagi, saya pikir saya pikir pengusaha dan buruh dibelah, jadi saya liat ada tangan asing yang tidak senang ada kekuatan industri di negara selatan dan waktu 2010 kita diingatkan hati-hati ada campur tangan yang berusaha nggak jadi kekuatan industri, eh ternyata bener,” sebut Bob.
Padahal seharusnya, kata Bob, Indonesia punya peluang untuk memperkuat industri dengan kepastian hukum. Sayangnya terjadi ketidakpastian di mana dalam beberapa tahun terakhir sudah terjadi 4x perubahan.
Menurut Bob, Indonesia juga punya kesempatan lebih besar. “Di awal 90an elektronik mau masuk tapi digagalkan pemogokan, ini ketiga kali gagal, jadi elektronik larinya ke Malaysia termasuk data center karena upah minimum dan sampai 13 tahun belum selesai, kita sampaikan ke Menaker, kita kecewa,” sebut Bob.
Pemerintah lagi ngebut untuk menentukan formula perhitungan UMP 2025 usai putusan MK. Buruh ngotot UMP naik di kisaran 8 persen hingga 10 persen. Menghadapi tuntutan itu, pengusaha angkat tangan.