News

Pemecatan Aswanto Inkonstitusional, Jokowi Harus Berani Bersikap

Minggu, 02 Okt 2022 – 10:46 WIB

Aswanto - inilah.com

Hakim konstitusi Aswanto

Pemecatan sepihak yang dilakukan DPR terhadap Aswanto selaku hakim konstitusi turut membuat gerah para ‘mantan dewa’ pengawal konstitusi. Para mantan hakim konstitusi menilai pemberhentian yang dilakukan DPR di tengah masa jabatan Aswanto dan menggantinya dengan Sekjen Mahkamah Konstitusi (MK) Guntur Hamzah inkonstitusional. Presiden Jokowi diharapkan berani bersikap dengan menolak meneken keputusan presiden (keppres) pemberhentian itu.

“Saya kira, tadi konklusi kita untuk menetralisir kondisi ini, kita menyarankan melalui Pak Mahfud, presiden tidak usah dulu menandatangani keppres tentang pemberhentian itu. Karena landasan seperti tadi itu, ya disamping salah paham ya, melanggar konstitusi kan. (Respon Mahfud) ya beliau kan sebagai usul ini ya, tentu terima saja,” kata eks Ketua MK Jimly Asshiddiqie, usai mengadakan pertemuan dengan para mantan hakim konstitusi di Gedung MK, Jakarta, Sabtu (1/10/2022).

Para eks hakim MK yang terdiri atas Jimly, Maruarar Siahaan, Hamdan Zoelva, Laica Marzuki, Haryono, Ahmad Sodiki, Maria Farida Indrati, dan I Dewa Gede Palguna menilai langkah DPR mencopot hakim konstitusi di tengah masa jabatan keliru. Bahkan Komisi III DPR salah memahami surat MK yang menjelaskan mengenai masa jabatan hakim berdasarkan usia, bukan lagi masa jabatan, sebagaimana putusan MK Nomor 96/PUU-XVIII/2020 terkait pengujian atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK.

MK menyurati DPR lengkap dengan putusan dalam perkara yang diajukan advokat Priyanto terkait masa jabatan hakim, ketua dan wakil Ketua MK, untuk melaksanakan konfirmasi kepada lembaga yang mengusulkan dan mengajukan hakim yang sekarang ini sedang menjabat. Intinya MK menjelaskan hakim konstitusi yang menjabat sekarang ini memenuhi syarat Pasal 87 huruf b yang mengatur periodisasi hakim konstitusi mengakhiri masa tugasnya sampai usia 70 tahun selama keseluruhan masa tugasnya tidak melebihi 15 tahun.

Pasal tersebut tidak dikabulkan MK ketika mengadili perkara Nomor 96/PUU-XVIII/2020 terkait uji materi Pasal 87 huruf a dan b UU MK. MK hanya mengabulkan Pasal 87 huruf a yang mengatur jabatan ketua dan wakil ketua MK. Jimly menilai, DPR mengartikan surat terebut secara keliru dan langsung menyikapinya dengan pemberhentian dan pergantian yang telah disahkan pada paripurna, Kamis (29/9/2022) lalu.

“Setelah kita klafirikasi dari semua aspek tadi, kita baca satu-satu ini salah paham dalam memahami isi suratnya MK. Jadi DPR itu salah memahami, seolah-olah minta konfirmasi. MK minta konfirmasi kepada DPR, DPR mengonfirmasi dengan dua kemungkinan, menjawab dengan kata-kata atau dengan tindakan,” ujar Jimly.

Menurutnya, sikap DPR telah menyalahi UU MK dan melanggar konstitusional sehingga memicu kegaduhan. Dirinya berharap, Presiden Jokowi mau menunda untuk meneken perpres pemberhentian Aswanto. “Jadi dengan kata lain itu konfirmasi semacam pemberitahuan untuk kepastian, bagi tiga orang yang dipilih oleh DPR itu. Nah ini disalahpahami seakan-akan DPR dimintai memberi konfirmasi, itu salah paham. Jadi kami berkesimpulan ah ini sederhana ini, masalah yang penting sekarang pun DPR belum kirim surat juga kepada Presiden,” jelasnya.

Dia menilai, sikap DPR kendati telah melalui sidang paripurna terkait pemberhentian Aswanto tidak bisa dieksekusi. “Ya melanggar konstitusi melanggar Undang-Undang dan salah paham terhadap maksud surat,” sambungnya.

Alasan pemberhentian Aswanto disampaikan Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul lantaran yang bersangkutan kerap ikut memutus perkara yang merugikan DPR. Pacul menganalogikan MK seperti perusahaan, dan hakim sebagai direksi yang dititip salah satu pemilik saham. Apabila kinerja direksinya tidak mumpuni maka layak diganti.

“Kalau kamu usulkan seseorang untuk jadi direksi di perusahaanmu, kamu sebagai owner, itu mewakili owner kemudian kebijakanmu enggak sesuai direksi, owner, ya bagaimana begitu toh? Kan kita dibikin susah,” kata Pacul, di kompleks parlemen.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button