Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah mengatakan bukan mustahil PDIP ditekan oleh pihak pelindung pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron, hingga memutuskan memecat kadernya Tia Rahmania usai melontarkan kritikan tajam.
“Secara khusus Tia, rasanya terkait dengan ramainya unggahan atas kritiknya pada komisioner KPK Nurul Gufron, padahal Tia benar dan cukup mewakili publik. Tetapi bukan tidak mungkin PDIP tertekan karena pihak yang melindungi Gufron lebih berkuasa di banding PDIP,” kata Dedi kepada Inilah.com, dihubungi di Jakarta, Jumat (27/9/2024)
Dedi juga menilai alasan kecurangan atau penggelembungan suara yang dipakai PDIP aneh. Sebab, urusan itu sudah diselesaikan oleh penyelenggara pemilu, sebagaimana pengakuan Tia sebelumnya.
“Dan itu subyektif, alasan itu aneh mengingat terjadi pasca pemilihan, bahkan tidak sedikit caleg terpilih dipecat pasca penghitungan KPU, ini tentu tindakan yang tidak dibenarkan dalam ruang demokrasi elektoral kita,” tuturnya.
Pemecatan ini, menurut Dedi merugikan dan sekaligus mengkhianati pemilih dan sistem politik yang ada di Indonesia. “Di mana kandidat terpilih ditentukan dengan suara terbanyak dari partai tersebut. Jika kemudian pasca penghitungan di pecat agar dapat diganti dengan nama lain, ini jelas kriminal,” kata Dedi.
Dedi juga menyinggung tindakan semena-mena partai politik bisa terjadi karena UU terkait hanya mengakomodasi kepentingan parpol saja. “Dan memang ini mereka sendiri yang membuat untuk kepentingan mereka juga. Perlu ada revolusi partai politik,” tutur dia.
Sebelumnya, Tia Rahmania melalui kuasa hukumnya Jupryanto Purba tak terima dirinya dipecat PDIP jelang pelantikan sebagai anggota DPR RI. Ia merasa difitnah sekaligus korban dari persengkokolan jahat internal partai.
Menurut Purba, Tia dituduh melakukan penggelembungan suara dengan mengambil suara dari calon lainnya pada Pileg 2024.
“Faktanya bukan Ibu Tia yang melakukan itu, kan sudah ada keputusan Bawaslu daerah bahwa ada pelanggaran administratif yang dilakukan penyelenggara, bukan Bu Tia,” kata Purba dalam keterangan tertulisnya, diterima di Jakarta, Kamis (26/9/2024).
Ia menilai, tindakan mahkamah partai merupakan fitnah dan suatu kejahatan terhadap kehormatan seseorang. Purba menambahkan, Tia juga baru mengetahui perubahan atas dirinya di KPU pada Senin (23/9/2024) malam, hari yang sama ketika ia mengkritik keras pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron.
Meskipun surat pemecatan Tia Rahmania telah diteken sejak 13 September, namun surat itu tidak pernah sampai kepada Tia. “Sehingga muncul dugaan adanya kelompok kejahatan yang sengaja ingin menjatuhkan Tia Rahmania di waktu menjelang pelantikannya,” ucap dia.