Friedrich Merz yang menjadi kandidat kanselir Jerman berikutnya setelah partai konservatif oposisinya memenangkan pemilihan nasional berjanji membantu memberikan Eropa kemerdekaan sejati dari Amerika Serikat (AS).
Merz, 69, menghadapi negosiasi koalisi yang rumit dan panjang setelah partai sayap kanan Alternatif untuk Jerman (AfD) melonjak ke posisi kedua yang bersejarah. Partai-partai arus utama mengesampingkan kemungkinan bekerja sama dengan AfD yang mendapat dukungan dari tokoh-tokoh terkemuka AS termasuk Elon Musk, miliarder teknologi dan sekutu Presiden Donald Trump.
Merz menjadi kanselir ketika ekonomi terbesar Eropa sedang terpuruk, masyarakatnya terpecah akibat migrasi, dan keamanannya terjebak di antara AS yang konfrontatif dan Rusia serta China yang tegas.
Merz dalam pernyataan lugasnya setelah kemenangannya, mengkritik komentar-komentar sangat keterlaluan yang keluar dari Washington selama kampanye, dan membandingkannya dengan intervensi permusuhan dari Rusia.
“Jadi, kita berada di bawah tekanan yang sangat besar dari dua pihak sehingga prioritas utama saya sekarang adalah mencapai persatuan di Eropa. Persatuan di Eropa dapat diciptakan,” katanya dalam diskusi panel dengan para pemimpin lainnya.
Serangan Merz terhadap AS muncul meskipun Presiden Donald Trump menyambut baik hasil pemilu tersebut. “Seperti halnya Amerika Serikat, rakyat Jerman merasa lelah dengan agenda yang tidak masuk akal, terutama terkait energi dan imigrasi, yang telah berlaku selama bertahun-tahun,” tulis Trump di Truth Social.
Merz yang selama ini dianggap sebagai penganut paham atlantik, mengatakan Trump telah menunjukkan bahwa pemerintahannya sangat tidak peduli dengan nasib Eropa. “Prioritas utama Merz adalah memperkuat Eropa secepat mungkin sehingga kita dapat mencapai kemerdekaan sejati dari AS selangkah demi selangkah,” tambahnya.
Ia bahkan berani bertanya apakah pertemuan puncak Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) berikutnya, yang telah menopang keamanan Eropa selama beberapa dekade, masih akan menampilkan “NATO dalam bentuknya saat ini”.
Setelah kampanye yang diwarnai oleh serangan kekerasan menyebabkan orang-orang berlatar belakang migran ditangkap, blok konservatif CDU/CSU memenangkan 28,5 persen suara, diikuti AfD dengan 20,5 persen, menurut proyeksi yang diterbitkan pada Minggu malam oleh penyiar ZDF.
AfD, yang tampaknya akan menggandakan perolehan suaranya dari pemungutan suara sebelumnya, melihat hasil hari Minggu sebagai awal saja. “Kami tetap mengulurkan tangan untuk membentuk pemerintahan,” kata pemimpin Alice Weidel kepada para pendukungnya, seraya menambahkan “lain kali kami akan menjadi yang pertama.”
Menungggu Aksi Sulap Merz
Merz akan memasuki perundingan koalisi tanpa tangan negosiasi yang kuat. Masih belum pasti apakah Merz akan membutuhkan satu atau dua mitra untuk membentuk mayoritas.
Menurut proyeksi ZDF, Partai Sosial Demokrat (SPD) pimpinan Kanselir Scholz terpuruk hingga mencapai hasil terburuk sejak Perang Dunia Kedua, dengan 16,5 persen suara. Sementara Partai Hijau memperoleh 11,8 persen.
Dukungan kuat terutama dari pemilih muda mendorong partai Die Linke yang berhaluan kiri jauh memperoleh 8,7 persen suara. Partai Demokrat Bebas (FDP) yang pro-pasar dan partai pendatang baru Aliansi Sahra Wagenknecht (BSW) berada di sekitar ambang batas 5 persen untuk memasuki parlemen.
“Koalisi tiga partai berisiko menimbulkan kekacauan dan stagnasi kecuali semua pihak yang terlibat menyadari bahwa ini adalah kesempatan terakhir untuk membawa perubahan dan mencegah AfD menjadi lebih kuat,” kata Carsten Brzeski, kepala makro global di grup perbankan ING.
“Selama pemerintahan baru tidak membawa perubahan signifikan, investasi asing juga akan terhambat, yang akan melemahkan prospek ekonomi Jerman.”
Menurut jajak pendapat, jumlah pemilih yang hadir sebesar 83 persen merupakan yang tertinggi sejak sebelum reunifikasi pada 1990. Pemilih laki-laki cenderung lebih condong ke kanan, sementara pemilih perempuan menunjukkan dukungan yang lebih kuat terhadap partai-partai kiri.