Market

Pemerintah Belum Atur Penerapan Energi Bersih Bagi Industri Penerbangan

Asosiasi penerbangan nasional yang tergabung dalam Indonesia National Air Carriers Association (INACA) memerlukan aturan yang kuat dalam penerapan energi bersih dalam industri penerbangan. Energi bersih sudah menjadi tren dua penerbangan saat ini.

Untuk itu INACA mengharapkan pemerintah mengoptimalkan kebijakan tersebut. Dengan anggota INACA yang cukup signifikan maka penerapan tersebut akan berdampak pada lingkungan yang bersih.

“Saat ini ada 451 armada penerbangan yang dimiliki oleh industri penebangan nasional dan SAF merupakan hal yang penting dan menjadi perhatian kita semua,” kata Ketua INACA, Denon Prawiraatmadja seperti mengutip Antara di Jakarta, Kamis (25/5/2023).

(SAF) adalah bahan bakar cair yang saat ini digunakan dalam penerbangan komersial yang mengurangi emisi CO2 hingga 80%. Bahannya berasal dari sejumlah sumber (bahan baku) termasuk limbah minyak dan lemak, limbah hijau dan kota dan tanaman non-pangan.

Untuk keperluan penerapan energi bersih tersebut, INACA menghadiri workshop SAF yang diselenggarakan oleh Federal Aviation Administration (FAA) di Bangkok pada 22 Mei hingga 25 Mei 2023. Dalam acara tersebut Denon didampingi oleh Sekjen INACA, Bayu Susanto.

Menurut Denon, sebagai negara kepulauan terbesar di Asia Tenggara, Indonesia membutuhkan transportasi udara optimal, untuk mendukung dan meningkatkan perekonomian nasional.

Ia menambahkan di beberapa di Asia telah serius menerapkan SAF atau Bahan Bakar Penerbangan berkelanjutan, seperti di Korea Selatan yang mengubah undang-undang pada 2023 untuk memungkinkan adopsi bahan bakar biologi laut pada 2025 dan SAF pada 2026. Lalu di Jepang yang menargetkan penggunaan SAF 10 persen pada 2030. Langkah ini sudah diumumkan oleh anggota parlemen Jepang pada Desember 2021.

Tidak hanya itu, kata Denon, China menargetkan 50 ribu ton penggunaan SAF dan saat ini telah dilakukan pengujian kinerja SAF terhadap sertifikasi kelaikan udara, eksplorasi jalur baru untuk pengembangannya. Lalu di India yang tengah mempertimbangkan penggunaan SAF di sektor penerbangannya.

“Dan kita akui untuk Indonesia sendiri telah bersiap menerapkan SAF di mana direncanakan pada tahun 2025 bisa menggunakan SAF sebanyak 5 persen. Hal ini sangat bagus dan kami siap mendukungnya sehingga pada tahun 2045, industri penerbangan kita bisa secara optimal menggunakan SAF,” katanya.

Denon juga mengatakan bahwa Asia akan menjadi rumah bagi produsen terbesar dari SAF, tentu hal ini menjadi pangsa pasar bagi Indonesia agar mampu menyediakan SAF di lahan sendiri. Dan hal ini menjadi kunci agar keberlangsungan transportasi nasional menjadi pemenang industri domestik.

“Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan kolaborasi dengan semua pihak, antara pemerintah BUMN dan swasta agar bisa menghadirkan bahan bakar ramah lingkungan dan berkelanjutan,” katanya.

Hal ini dapat membuat industri penerbangan yang sehat, serta menghasilkan energi bersih yang didukung oleh ekosistem yang baik seperti electric vehicle dan green airport serta semua ekosistem yang menunjang ekosistem dan industri penerbangan nasional.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button