Ketua DPR RI Puan Maharani mewanti-wanti pemerintah untuk mengantisipasi dampak yang akan terjadi dengan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen per 1 Januari 2025. Menurutnya, kenaikan pajak juga harus diimbangi dengan peningkatan pelayanan bagi rakyat.
“Kami memahami tujuan kenaikan PPN untuk meningkatkan penerimaan negara dan mengurangi defisit angaran. Namun Pemerintah harus memperhatikan dampak yang akan muncul dari kebijakan tersebut,” kata Puan, Rabu (18/12/2024).
Puan meminta pemerintah mendengarkan masukan dari berbagai kalangan, termasuk para pakar, terhadap potensi yang bisa ditimbulkan dari kebijakan itu.
Hal ini sejalan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) agar pemerintah dapat mengusulkan penurunan tarif PPN di mana UU HPP menjelaskan PPN yang berlaku pada tahun 2025 adalah sebesar 12 persen.
“Kita harus cermat dalam memperhatikan dampaknya terhadap daya beli masyarakat dan pertumbuhan ekonomi. Karena masih ada kekhawatiran bahwa kebijakan ini dapat memperburuk keadaan bagi kelas menengah dan pelaku usaha kecil,” ungkapnya.
Kendati hanya ditujukan kepada barang mewah, namun Puan tidak menampik sektor konsumsi rumah tangga secara umum juga tetap akan terdampak, terutama bagi kelompok masyarakat berpendapatan rendah dan menengah. Kenaikan tarif PPN pun diprediksi akan memicu inflasi pada barang konsumsi harian, seperti pakaian, perlengkapan kebersihan, dan obat-obatan, yang merupakan kebutuhan dasar bagi banyak keluarga.
“Dampak bisa terjadi kepada masyarakat ketika produsen dan pelaku usaha menaikkan harga produk secara antisipatif sehingga memicu inflasi naik semakin tinggi. Ini yang harus diantisipasi,” ujarnya.
Walaupun pemerintah telah memberikan intensif untuk masyarakat kelompok rentan, Puan meminta negara juga menyiapkan solusi jangka panjang. Tentu, kenaikan PPN tetap akan menyulitkan rakyat dan membuat ekonomi makin merosot.
“Dengan dinamika ekonomi yang ada saat ini, banyak masyarakat yang sudah tertekan. Tak sedikit yang lalu akhirnya terjerumus pada pinjaman online (pinjol) dengan bunga tak masuk akal. Kita berharap tak ada lagi tambahan tekanan ekonomi yang dirasakan masyarakat,” tuturnya.