Market

Pemerintah Harus Prioritaskan Perusahaan Pribumi untuk Kelola Nikel

Pemerintah harus lebih tegas terhadap perusahaan tambang asing khususnya yang mengelola komoditas nikel. Hal ini untuk memastikan Indonesia bisa tetap bisa menikmati hasil kekayaan tambangnya sendiri.

Sebab hampir 70 persen tambang nikel di Indonesia saat ini dikuasai oleh perusahaan tambang asing khususnya China.

“Nikel itu kalau di hulu yang menguasai kebanyakan domestik. Tapi di hilir penguasaan asingnya besar sekali, sebanyak 70 persen,” ujar Peneliti di Alpha Research Database Indonesia, Ferdy Hasiman kepada inilah.com, Jumat (4/11/2022).

Dia mengatakan, pemerintah harus memberikan dukungan penuh terhadap perusahaan tambang domestik atau pribumi. Sebab perusahaan tambang pribumi juga memiliki portfolio yang baik dalam pengelolaan komoditas nikel.

Ferdy mencontohkan beberapa perusahaan tambang lokal seperti PT Harum Energy dan PT Vale Indonesia memiliki potensi yang besar dalam mengelola nikel. Kedua perusahaan itu memiliki kemampuan dan teknologi yang baik di bidang tersebut.

“Dia mau bangun smelter juga, pengusaha yang seperti itu harus di dorong masuk ke nikel. Yang punya kesanggupan,” katanya.

Ferdy juga meminta Pemerintah melakukan pengawasan yang rutin terhadap aktivitas tambang perusahaan asing. Bahkan perusahaan tambang asing itu harus bisa transparan dalam pengelolaannya.

Saat ini dua perusahaan asing yang menguasai komoditas nikel di Indonesia dipegang oleh China. Perusahaan tersebut adalah PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) dan Zhejiang Huayou Cobalt Co (ZHC).

“Makanya saya minta pemerintahan, untuk seluruh perusahaan asing, lebih khusus IMIP diminta untuk transparan. Apa yang mereka kelola, apa yang dibangun, pekerjanya dari mana, jangan sampai ada kecurigaan publik,” tambah Ferdy.

Lebih lanjut, dia juga mendukung upaya pemerintah pusat menerapkan pungutan pajak progresif terhadap komoditas nikel. Apalagi kedua perusahaan itu sudah membangun smelter di wilayah konsensus nikel mereka.

“Karena dengan itu akan ada pajak manfaat yang besar untuk negara. Jadi pajak progresif itu penting, jangan sampai kasih insentif. Dipungut pajak, karena mereka dapat untung besar,” tegasnya.

Perusahaan China Kuasai Nikel Indonesia

Sebelumnya, kelompok bisnis asing begitu kuat menguasai tambang di tanah air, sehingga pengusaha pribumi tersingkir. Seperti contoh untuk komoditas nikel yang dikuasai perusahaan tambang dari China.

Ekonom senior Faisal Basri sempat menyinggung kebijakan pemerintah yang melarang ekspor nikel. Sebab dengan kebijakan ini akan menjadi berkah bagi Smelter China di Indonesia.

Faisal menyebut dengan kebijakan ini membuat harga nikel Indonesia yang ditawarkan ke China lebih murah atau seperempat dari harga normal atau nikel dunia.

“Jadi sangat merugi Indonesia memanfaatkan sumber daya tambangnya untuk mendukung industrialisasi di China. Warga kita kelas 2, sedangkan warga kelas satunya adalah pengusaha China. Jadi nilai tambahnya memang terbentuk, tapi 90 persen nilai tambahnya larinya ke China,” ujar Faisal

Berikut perusahaan tambang Asing Penguasa nikel di Indonesia:

PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP)

IMIP sendiri merupakan perusahaan patungan antara Tsangshan Steel Holding asal China dan perusahaan lokal PT Bintang Delapan Mineral. Mengutip laporan Kementerian ESDM, IMIP telah membangun smelter feronikel pertama melalui PT Sulawesi Mining Investment di Bahodopi, Sulawesi Tengah dengan kapasitas 300.000 ton per tahun.

Selain itu mereka juga sudah membangun smelter kedua lewat PT Indonesia Guang Ching untuk memproduksi 600.000 ton feronikel per tahun. Pada 2021, PT Indonesia Morowali Industrial Park menguasai 50 persen produksi hilir nikel, INCO berkurang menjadi 22 persen, ANTM 7 persen, dan PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) mengontrol 11 persen.

IMIP mengoperasikan industri nikel seluas 2.000 hektare lengkap dengan pelabuhan laut, bandara, dan pembangkit listrik dengan kapasitas 2 gigawatt (GW). Investasi awal industri nikel ini mencapai US$ 1,5 miliar.

Perusahaan ini pada Januari 2020 mempekerjakan sekitar 43.000 orang di kawasan industrinya. Sebanyak 5.000 dari total pekerja adalah buruh dari China. Produk dari kawasan industri menghasilkan terutama metalurgi untuk mengembangkan pabrik baterai kendaraan listrik.

Zhejiang Huayou Cobalt Co (ZHC)

ZHC bermitra dengan perusahaan pembuat kendaraan listrik EVE Energy dalam proyek nikel dan kobalt senilai US$2,08 miliar atau Rp30 triliun di Indonesia.

Perusahaan juga menganggarkan US$210 juta untuk membeli kepemilikan di produsen bahan baterai China Tianjin B&M Science and Technology Co (B&M) karena perusahaan melakukan investasi di seluruh rantai pasokan baterai yang dapat diisi ulang. Lokasi penambangan akan berada di Teluk Weda di Pulau Halmahera.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button