News

Pemerintah Pastikan Pemerkosaan dan Aborsi Tak Diatur dalam RUU TPKS

Pemerintah memastikan pemerkosaan dan aborsi tidak diatur dalam dalam RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Alasannya, dua delik tersebut sudah dirumuskan dalam Rancangan KUHP (RKUHP) yang diagendakan bakal disahkan pada Juni 2022.

Kepastian tersebut disampaikan langsung Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej dalam pembahasan RUU TPKS di DPR, Senin (4/4/2022). Dia menilai delik pemerkosaan dan aborsi telah disepakati masuk dalam R-KUHP pada pembahasan tingkat satu.

“Dengan demikian, bahwa ada keraguan tumpang tindih antara KUHP dan RUU TPKS itu akan terjawab,” ujar Eddy.

Ketua Panja RUU TPKS Willy Aditya menyatakan, RUU TPKS tetap berorientasi kepada korban kendati ketentuan terkait pemerkosaan dan aborsi tidak diatur. Tidak dimasukannya pemerkosaan dan aborsi dalam RUU TPKS untuk menghindari tumpang tindih karena telah diatur dalam RKUHP dan Undang-Undang Kesehatan.

“Tidak lazim satu norma diatur di dalam dua undang-undang maka, kami ikut apa yang menjadi pemikiran pemerintah dalam hal ini. Korban pemerkosaan tetap diperbolehkan untuk aborsi di dalam UU Kesehatan. Terkait tindakan aborsi, nanti sepenuhnya merujuk pada UU Kesehatan saja,” ujar dia.

Aktivis Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Apik Jakarta, Dian Novita, menyebutkan, pemerkosaan dan aborsi layak diatur dalam RUU TPKS sebagai lex specialis mengingat banyaknya modus pelaku kejahatan yang memaksa korban harus aborsi. Dia juga berharap agar RUU TPKS mengakomodasi jaminan layanan aman bagi korban.

“DPR dan pemerintah harus mengakomodasi masuknya jaminan layanan aman bagi korban perkosaan dan korban kekerasan seksual yang berdampak pada aborsi untuk mendapat layanan yang termuat dalam RUU TPKS,” ungkapnya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button