News

Pemilih Jokowi-Ma’ruf Tolak Penundaan Pemilu

Wacana penundaan pemilu yang digelintirkan sejumlah pihak secara sporadis belakangan ini tidak selaras dengan aspirasi publik. Isu penundaan pemilu bahkan tidak populer bagi kalangan masyarakat pendukung Jokowi-Ma’ruf.

Hasil survei Saiful Mujadi Research and Consulting (SMRC) yang dilaksanakan 13-20 Maret 2022 menguatkan fakta ini. Dari 1.027 responden yang dipilih secara random di 34 provinsi hanya 5% yang setuju Jokowi menjabat tiga periode.

“Mayoritas pendukung Jokowi-Ma’ruf menolak ide itu. Pemilih Prabowo-Sandi malah lebih tinggi lagi (menolak) mencapai 85%,” ujar Direktur Riset SMRC, Deni Irvani, Jumat (1/4/2022).

Hasil survei ini, lanjut Deni, menunjukkan wacana penundaan pemilu bagi kalangan pendukung Jokowi-Ma’ruf tidak populer. Mereka turut menolak wacana masa jabatan dua periode presiden diubah.

Survei dilaksanakan dengan memberi pertanyaan kepada responden setuju atau tidak pemilu ditunda hingga 2027 berdasarkan tiga alasan. Alasan pertama terkait pagebluk Covid-19 yang belum mereda, persoalan ekonomi, dan pembangunan IKN Nusantara.

Mayoritas responden menolak penundaan pemilu berdasarkan alasan-alasan tersebut. Hanya 11,9% responden yang setuju pemilu diundur dengan dalih pandemi.

Alasan ekonomi untuk menunda pemilu juga ditolak publik. Sebanyak 79,8% responden menginginkan pemilu tetap digelar sesuai ketentuan undang-undang walaupun ekonomi belum pulih akibat pandemi.

“Tanggung jawab pemerintah hasil Pemilu 2024 untuk menanggulangi masalah ekonomi bila masalah ekonomi akibat Covid-19 belum berakhir pada 2024 nanti. Hanya ada 11,4% masyarakat yang setuju pemilu diundur karena alasan pemulihan ekonomi,” ungkapnya.

Reaksi penolakan juga ditunjukkan publik ketika disodorkan alasan pemilu ditunda karena pembangunan IKN Nusantara belum selesai. Hanya 10,9% responden yang mendukung dengan alasan tersebut.

Berkaitan dengan ini, Deni menyebutkan, mayoritas responden (73%) menilai ketentuan masa jabatan presiden maksimal dua periode harus dipertahankan. Hanya 15% yang mendukung masa jabatan diubah.

Hasil survei SMRC kali ini tidak berbeda dengan survei yang dilakukan pada Mei 2021, September 2021, dan Maret 2022. Dari serangkaian survei, mayoritas responden menolak masa jabatan presiden diubah.

“Publik pada umumnya ingin seorang presiden hanya menjabat maksimal dua periode saja,” kata Deni.

Klaim Luhut

Berkaca pada survei ini, Deni meyakini, klaim Menko Marves Luhut Pandjaitan yang mengaku memiliki big data 110 juta warga pengguna internet mendukung penundaan pemilu tidak relevan.

“Klaim tadi itu tidak punya dasar, saya kira, jika berdasarkan survei ini,” bebernya.

SMRC mengadakan survei dengan tatap muka secara langsung terhadap 1.220 responden berusia minimal 17 tahun. Angka margin of error dari survei ini mencapai 3,12% pada tingkat kepercayaan 95%.

Sejauh ini Luhut belum membeberkan big data yang dimaksud. Malahan banyak kalangan menilai big data sebatas klaim Luhut karena tidak jelas metode pengumpulannya.

Organisasi sipil ICW, pada Rabu (30/3/2022), telah menyurati Luhut meminta keterbukaan informasi publik dengan membuka big data tersebut. ICW mendalilkan surat harus dijawab dalam tempo 10 hari mengikuti ketentuan Pasal 22 ayat (7) UU Keterbukaan Informasi Publik.

 

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button