Partisipasi pemilih di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024 merosot dibanding saat Pilpres dan Pileg 2024 lalu. Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, August Mellaz memperkirakan tingkat partisipasi pemilih pada gelaran Pilkada serentak 2024 di bawah 70 persen.
“Memang kalau kita lihat sekilas ya, dari gambaran secara umum, ya kurang lebih di bawah 70 persen. Secara nasional rata-rata,” tutur August di Kantor KPU RI, Jakarta Pusat, Jumat (29/11/2024).
“Meskipun rata-rata nasional biasanya kalau dalam konteks pilkada dibandingkan pilpres, pileg atau pemilu nasional itu biasanya di bawah,” katanya menambahkan.
August mengatakan pihaknya akan mengevaluasi penurunan jumlah pemilih itu. Ia menduga alokasi tempat pemungutan suara (TPS), proses sosialisasi, maupun dinamika di daerah masing-masing menjadi faktor yang mempengaruhi partisipasi pemilih.
“Secara prinsip gini, kalau di pemilu nasional lalu kan 800 ribuan TPS, 800 ribu lebih dengan jumlah maksimal pemilunya 300 orang. Nah, kalau sekarang di pilkada kan memang 600 orang jika ada pemadatan, setengah dari jumlah yang ada,” ungkap dia.
Golput di Jakarta Tertinggi Sepanjang Sejarah
Partisipasi pemilih pada Pilkada 2024 di sejumlah daerah mengalami penurunan ketimbang Pemilu 2024. Hal itu juga terjadi di Jakarta.
![Tiga pasangan calon Gubernur-Wakil Gubernur DKI Jakarta (dari kiri) Ridwan Kamil-Suswono, Dharma Pongrekun-Kun Wardana Abyoto, dan Pramono Anung-Rano Karno mengikuti debat pertama pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta tahun 2024 di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Minggu (6/10/2024).](https://i0.wp.com/c.inilah.com/reborn/2024/11/1000288483_db696f197f.jpg)
Lembaga survei Charta Politika misalnya mencatat penurunan partisipasi pemilih di Pilkada Jakarta 2024 hanya 58 persen. Sementara Pilkada DKI 2017 berada di atas 70 persen.
Pilkada 2024 di Jakarta tercatat sebagai pilkada dengan jumlah yang tak ikut memilih alias ‘golput’ tertinggi sepanjang sejarah. Angka partisipasi pemilih di Pilgub Jakarta 2024 ini hanya 4,3 juta.
Padahal, jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) nya sebanyak 8,2 juta. Artinya, sebesar 46,95 persen warga Jakarta memilih untuk tidak berpartisipasi mencoblos ke tempat pemungutan suara (TPS) pada 27 November 2024 lalu.
Berdasarkan data KPU yang dihimpun dua pilkada atau pilgub Jakarta sebelumnya, jumlah partisipasinya mengalami kenaikan. Seperti tahun 2012, tingkat partisipasinya mencapai 62 persen.
Kemudian di tahun 2017 melonjak menjadi 77 persen, baik di putaran satu dan dua.
KPU DKI Jakarta mengakui penurunan partisipasi pemilih yang mengalami penurunan meski masih menunggu data secara detail.
KPU DKI Jakarta Evaluasi Tingkat Partisipasi Pemilih di Pilkada 2024
KPU DKI Jakarta mengevaluasi capaian tingkat partisipasi pemilih di Pilkada 2024 yang lebih rendah dari Pemilu Februari 2024.
![Anggota KPU RI August Mellaz dalam Konferensi Pers Perkembangan Pelaksanaan Pilkada Serentak 2024 di Kantor KPU RI, Jakarta, Jumat (29/11/2024)](https://i2.wp.com/c.inilah.com/reborn/2024/11/IMG_20241129_WA_0040_5e8b92df47.jpg)
“Menurut pemantauan kami, alur pemilih di TPS (tempat pemungutan suara) agak renggang. Tapi, kami belum tahu angka pastinya berapa tingkat partisipasi. Tapi untuk pilkada, memang biasanya cenderung lebih rendah dari pilpres,” kata Ketua KPU DKI Wahyu Dinata di Jakarta, Kamis (28/11/2024).
KPU mengaku telah melakukan berbagai cara, yakni sosialisasi ke komunitas, organisasi kemasyarakatan (ormas), sekolah, kampus untuk pemilih pemula dan muda di 100 lokasi wilayah Jakarta.
Sosialisasi juga dilakukan ke tingkat kelurahan, forum-forum warga yang dilakukan oleh kelurahan dengan ragam bentuk sosialisasi seperti kegiatan olahraga, membuka stan pada kegiatan Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB).
Komisi II DPR Cermati Kaitan Pilkada Serentak 2024 dan Tingkat Partisipasi
Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda mengatakan pihaknya tengah mencermati implikasi penyelenggaraan Pilkada serentak 2024 dengan rendahnya tingkat partisipasi politik warga dalam menggunakan hak suaranya.
“Terkait dengan rendahnya partisipasi pemilih di hampir seluruh pemilihan gubernur, bupati, wali kota, Komisi II DPR RI sedang mencermati apakah dengan keserentakan pemilihan yang kita lakukan itu justru menimbulkan anomali dengan partisipasi masyarakat,” kata Rifqinizamy di Jakarta, Jumat (29/11/2024).
![Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.](https://i2.wp.com/c.inilah.com/reborn/2024/11/Lancar_1_203325893e.jpg)
Dia menyebut pihaknya juga mencermati faktor rentang waktu penyelenggaraan pilkada dengan pilpres dan pileg yang dilaksanakan dalam kurun waktu berdekatan di tahun 2024 dengan tingkat partisipasi pemilih.
“Atau misalnya dekatnya jadwal antara pileg, pilpres, dan pilkada itu juga membuat dorongan untuk partisipasi pemilih menjadi rendah,” ucapnya.
Selain itu, dia mengatakan pihaknya mencermati pula ihwal problematika calon anggota legislatif terpilih yang diharuskan mengundurkan diri apabila maju Pilkada 2024.
“Salah satu faktor misalnya adalah bahwa kandidasi ini diikuti oleh calon-calon yang sangat limitatif lantaran para politisi yang telah terpilih menjadi anggota DPR RI, DPD RI, DPRD provinsi, kabupaten/kota, berdasarkan Peraturan KPU (PKPU) itu diharuskan mundur, bahkan sebelum dilantik,” ujarnya.
Hal-hal seperti itu, menurut dia, juga membuat kontestasi ini menjadi terbatas dalam konteks para kandidat. “Dan bisa jadi kalau kita lakukan riset mendalam ini berpengaruh terhadap dukungan publik dalam konteks pilkada,” lanjut Rifqinizamy.