Pakar Komunikasi Politik Universitas Pelita Harapan (UPH), Emrus Sihombing mempertanyakan pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menyebut bahwa dirinya boleh berkampanye dan berpihak ke paslon tertentu dalam pemilu 2024.
Menurut dia, Jokowi sebagai kepala negara harus dapat menempatkan diri apakah ingin menjadi politikus pragmatis atau negarawan.
“Jika Presiden Jokowi berkampanye untuk Paslon Capres tertentu dari tiga paslon, ia dapat disebut sebagai politisi elektoral yang pragmatis,” kata Emrus kepada Inilah.com, Jumat (26/1/2024).
Sementara itu, Jokowi bakal disebut sebagai negarawan yang ideologis jika dirinya tidak menyetujui bahwa presiden dapat berkampanye untuk salah satu dari tiga paslon.
“Ini bagus. Presiden Jokowi tinggal pilih. Apa ia sebagai politisi elektoral yang pragmatis, atau ia sebagai politisi negarawan yang ideologis,” tandasnya.
Sebelumnya Perkumpulan Jaga Pemilu Indonesia menilai pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menyebut bahwa presiden dan menteri boleh berpihak di dalam pilpres adalah pernyataan yang merusak prinsip-prinsip demokrasi elektoral.
Menurut Ketua Perkumpulan Jaga Pemilu, Natalia Soebagjo pernyataan itu berpotensi melanggar pelaksanaan pemilihan umum di Indonesia langsung dari pucuk pimpinan negara.
“Kami sebagai warga negara sipil cemas bahwa pernyataan ini dikeluarkan beliau pada saat kampanye sedang berlangsung. Ini merusak demokrasi. Apakah ini berarti berbagai pelanggaran yang telah marak terjadi di masyarakat bisa dianggap sebagai hal yang wajar, sesuatu yang dapat dimaklumi?” kata Natalia Soebagjo, dalam konferensi persnya di Jakarta Selatan, Kamis (25/1/2024).
Leave a Reply
Lihat Komentar