Industri perbankan dilanda galau lantaran banyak nasabah tarik simpanan, dialihkan untuk memborong surat berharga negara alias SBN. Karena, imbal hasilnya lebih menggiurkan.
Berdasarkan catatan Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), jumlah investor SBN di semester I-2024 mencapai 1.106.485 investor. Didominasi investor individu sebesar 97,97 persen, sisanya yang 2,03 persen adalah investor institusi.
Direktur Eksekutif Celios (Center of Economic and Law Studies), Bhima Yudhistira mengatakan, tingginya imbal hasil SBN yang mencapai 6-7 persen, menarik minat nasabah perbankan untuk mengalihkan dana deposito yang menjanjikan cuan 2-4 persen.
“Jadi selisihnya memang jauh. Saat ini, banyak kelas menengah ke atas, terutama orang-orang paling kaya, memarkir dananya di SBN. Berguna untuk mengompensasi kenaikan harga makanan (inflasi) yang saat ini berkisar 7 persen secara tahunan,” papar Bhima, Jakarta, Rabu (31/7/2024).
Sehingga, lanjut Bhima, kalau disimpan di deposito berjangka misalnya atau tabungan dengan bunga yang relatif kecil, nilai uang mereka akan tergerus oleh inflasi. Selain itu mereka mengantisipasi berbagai hal, salah satunya Pemilu yang terjadi kemarin yang itu juga berpengaruh.
“Mereka lebih berhati hati, berjaga-jaga untuk masuk ke safe haven atau bergeser ke surat utang pemerintah. Dan di sisi yang lain memang pemerintah cukup agresif ya dalam hal pemasaran penerbitan surat utang berdenominasi rupiah atau dipasarkan di domestik,” tambahnya.
Selain itu, menurut Bhima ada juga faktor dari perbankan-perbankan yang memungkinkan untuk melakukan pembelian surat utang pemerintah. Jadi itu salah satu pemicu kenapa ada pergeseran dari tabungan ke pembelian SBN ORI.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan (Kemenkeu), kepemilikan individu di SBN sampai dengan 26 Juli 2024, mencapai Rp504,55 triliun. Naik ketimbang akhir 2023 yang mencapai Rp435,05 triliun.
Di sisi lain, distribusi rekening simpanan nasabah menengah ke atas, atau tiering Rp100 juta-Rp200 juta hanya 0,5 persen dari total simpanan.
Adapun simpanan dengan tiering Rp200 juta-Rp 500 juta hanya 0,4 persen dari total simpanan.
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI), Budi Frensidy menilai, karena banyak yang sudah memahami bahwa SBN lebih menarik dari sisi bunga.
Serta, tarif pajak penghasilannya lebih rendah ketimbang deposito yang membuat masyarakat lebih tertarik berinvestasi di SBN daripada menaruh dana di bank.