Pemprov DKI Pertimbangkan Hapus Pajak Progresif Kendaraan, Ini Alasannya


Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tengah mempertimbangkan untuk menghapus kebijakan pajak progresif kendaraan bermotor. Langkah ini dipandang sebagai bagian dari upaya menertibkan administrasi kepemilikan kendaraan serta mendorong akurasi data wajib pajak di wilayah ibu kota.

Dirjen Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Agus Fatoni menjelaskan bahwa penghapusan pajak progresif merupakan salah satu opsi untuk memastikan bahwa nama pada dokumen kepemilikan kendaraan benar-benar sesuai dengan pemilik aslinya.

“Pajak progresif dalam rangka ketertiban, administrasi yang baik, kemudian penegakan hukum ini dipertimbangkan untuk dihapus sehingga pemilik kendaraan adalah benar-benar yang terdaftar,” kata Agus, dikutip dari situs resmi Korlantas Polri, Kamis (24/4/2025).

Kebijakan ini akan menjadi bagian dari optimalisasi pelayanan Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (Samsat) dan peningkatan kepatuhan terhadap pajak kendaraan bermotor.

Pemprov DKI Jakarta, lanjut Agus, juga tengah menyiapkan kebijakan lain untuk mendorong kepatuhan wajib pajak, salah satunya adalah insentif bagi pemilik kendaraan yang taat membayar pajak tepat waktu.

“DKI Jakarta akan memberikan insentif kepada wajib pajak yang taat, tetapi juga tidak memberikan insentif kepada yang melanggar. Jadi ini untuk prinsip keadilan,” ujar Agus.

Tarif Pajak Kendaraan Bermotor Saat Ini

Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024, tarif Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) di DKI Jakarta saat ini ditetapkan secara progresif bagi kepemilikan kendaraan lebih dari satu. Rinciannya sebagai berikut:

  • Kendaraan pertama: 2%
  • Kendaraan kedua: 3%
  • Kendaraan ketiga: 4%
  • Kendaraan keempat: 5%
  • Kendaraan kelima dan seterusnya: 6%

Adapun untuk kendaraan operasional seperti angkutan umum, ambulans, pemadam kebakaran, dan kendaraan sosial atau milik pemerintah, tarif PKB ditetapkan sebesar 0,5%. Sementara itu, badan usaha dikenakan tarif tetap sebesar 2% dan tidak dikenakan pajak progresif.

Menariknya, jika seseorang memiliki satu unit motor dan satu unit mobil, maka keduanya dianggap sebagai kepemilikan pertama karena berbeda kategori jumlah roda, sehingga tidak terkena pajak progresif.

Kebijakan pajak progresif sendiri semula diterapkan untuk mengendalikan jumlah kendaraan pribadi dan mendorong kepatuhan administratif. Namun, dalam praktiknya, sistem ini kerap membuat pemilik enggan melakukan balik nama kendaraan, sehingga data kepemilikan menjadi tidak akurat.

Rencana penghapusan pajak progresif ini masih dalam tahap evaluasi dan belum ditetapkan secara resmi. Namun jika diterapkan, kebijakan tersebut diperkirakan akan mendorong masyarakat untuk lebih tertib dalam administrasi kepemilikan kendaraan, sekaligus memberikan kelegaan fiskal di tengah tekanan ekonomi pasca pandemi.