Penasihat Trump Tuding AI DeepSeek Cuma “Copy-Paste” ChatGPT


Perusahaan teknologi asal China, DeepSeek, dituding telah meniru model AI milik OpenAI, ChatGPT, setelah kemunculannya yang menggemparkan pasar Wall Street pekan lalu. Tuduhan ini disampaikan oleh David Sacks, penasihat AI untuk Presiden AS Donald Trump, meski hingga kini belum ada bukti konkret terkait pelanggaran hak kekayaan intelektual.

“Ada bukti substansial bahwa DeepSeek mendistilasi pengetahuan dari model OpenAI,” ujar Sacks kepada Fox News, Selasa (30/1). 

“Dan saya rasa OpenAI tidak senang dengan hal ini,” lanjutnya.

Tuduhan Distilasi Model AI

OpenAI dalam pernyataannya menuduh bahwa perusahaan-perusahaan berbasis di China kerap mencoba “mendistilasi” model AI milik perusahaan AS. Teknik distilasi ini memungkinkan model AI baru belajar dengan mengajukan pertanyaan berulang ke model yang sudah dilatih sebelumnya. OpenAI secara tegas melarang praktik ini dalam syarat penggunaan resminya dan telah memblokir akun-akun yang terindikasi melakukan distilasi.

“Kami bekerja sama erat dengan pemerintah AS untuk melindungi model-model AI paling canggih dari upaya pihak-pihak pesaing yang mencoba mengambil alih teknologi AS,” ujar OpenAI dalam pernyataan tertulisnya.

Namun, ironisnya, OpenAI sendiri tengah menghadapi berbagai gugatan hukum terkait pelanggaran hak cipta dari organisasi media, penulis buku, dan pihak lain di AS serta negara-negara lain.

Indikasi Kuat atau Sekadar Kebetulan?

Beberapa pengguna yang menguji coba model AI DeepSeek melaporkan anomali mencurigakan, seperti AI yang mengaku sebagai “ChatGPT” saat ditanya tentang identitasnya.

“Jika Anda bertanya, ‘Model apa ini?’ AI-nya menjawab, ‘Saya ChatGPT’,” ungkap Gregory Allen, mantan pejabat Departemen Pertahanan AS yang kini memimpin Wadhwani AI Center di CSIS. “Kemungkinan besar, data pelatihan DeepSeek diambil dari jutaan interaksi obrolan dengan ChatGPT yang langsung dimasukkan ke dalam model mereka.”

Namun, pernyataan tersebut belum bisa dijadikan bukti langsung. Model AI dikenal sering menghasilkan jawaban yang tidak akurat atau bahkan mengarang, fenomena yang biasa disebut “AI hallucination”.

Transparansi yang Dipertanyakan

DeepSeek mengklaim bahwa teknologinya bersifat “open-source”, tetapi tidak mengungkap secara detail sumber data pelatihannya. 

“Ada alasan jelas mengapa mereka merahasiakan data tersebut,” tambah Allen. “Mereka mungkin memang memanfaatkan data dari ChatGPT.”

Analisis terhadap dokumen penelitian DeepSeek tentang model R1 dan pendahulunya juga menimbulkan banyak pertanyaan di kalangan pakar AI. Salah satu detail yang mengejutkan adalah klaim bahwa biaya untuk melatih model v3 mereka hanya USD 5,6 juta (sekitar Rp 87 miliar)—jumlah yang sangat kecil dibandingkan miliaran dolar yang dihabiskan OpenAI untuk membangun ChatGPT.

Faktor Chip AI dan Kendala Ekspor AS

DeepSeek juga bekerja di bawah tekanan kontrol ekspor AS yang membatasi akses China terhadap chip AI canggih. Meski demikian, perusahaan ini mengaku hanya menggunakan chip Nvidia kelas menengah yang masih diperbolehkan untuk diekspor ke China. Namun, sebuah unggahan lama dari perusahaan induk DeepSeek, High-Flyer, mengklaim mereka memiliki 10.000 unit chip Nvidia bertenaga tinggi yang kini dilarang masuk ke China.

Tuduhan terhadap DeepSeek ini dapat memperburuk ketegangan dalam persaingan teknologi AS-China yang semakin intens, khususnya di sektor AI. Apakah DeepSeek benar-benar meniru ChatGPT atau hanya menjadi korban dari spekulasi di tengah persaingan geopolitik yang memanas, masih harus dibuktikan lebih lanjut.