News

Bentrokan Rempang Makan Korban, Pemerintah Jangan Aniaya Rakyat

Bentrokan Rempang Makan Korban, Pemerintah Jangan Aniaya Rakyat

Aparat Kepolisian membersihkan tumpukan ban yang dibakar warga di lokasi bentrokan, di Rempang, Kepulauan Riau. (Antara).

Anggota Komisi III DPR, Santoso meminta pemerintah jangan menganiaya rakyat melalui aparat keamanan. Hal itu disampaikannya berkaitan dengan bentrokan yang terjadi di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau beberapa hari lalu.

“Pemerintah jangan menggunakan aparat keamanan untuk menganiaya rakyat dengan mengatasnamakan Proyek Strategis Nasional (PSN),” ucap Santoso kepada Inilah.com saat dihubungi di Jakarta, Senin (11/9/2023).

Ia mengakui bahwa PSN memang penting dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi dan membuka lapangan pekerjaan, tapi bukan berarti pemerintah boleh gelap mata dan menafikan hak-hak masyarakat.

“Namun, yang lebih penting lagi adalah mendahulukan kepentingan rakyat. Pemerintah jangan hanya beroreantasi pada ekonomi semata, tapi prioritaskan juga hak-hak rakyat pemilik negeri ini,” imbuh dia.

Ia menegaskan jangan sampai pemerintah yang semestinya menyejahterakan rakyat justru merampas hak asasi rakyat yang diamanatkan oleh konstitusi. “Jangan jadikan Polri yang diamanatkan konstitusi sebagai pengayom rakyat, malah dijadikan alat pemukul kepada rakyat,” ujarnya.

Dengan tidak sedikitnya korban yang ditimbulkan akibat bentrokan ini, Santoso meminta agar pemerintah sebaiknya mengkaji ulang perihal pembebasan lahan untuk PSN ini. “Evaluasi menyeluruh sangat diperlukan agar kejadian serupa tidak terulang. Semua pihak baik masyarakat maupun pemerintah, terakomodir dalam PSN. Jangan mengorbankan rakyat dengan mengutamakan kepentingan investor,” tutur Santoso.

Sebelumnya, warga yang menolak pengembangan lahan itu terlibat bentrokan keras dengan aparat gabungan TNI-Polri pada Kamis (7/9/2023). Koalisi Masyarakat Sipil, meminta aparat gabungan menghentikan tindakan repesif kepada warga Pulau Rempang, sekaligus menyetop pembangunan Rempang Eco-City.

Tindak kekerasan itu, menurut Koalisi Masyarakat Sipil, membuat masyarakat adat setempat menjadi korban ambisi bagi pembangunan proyek nasional. “TNI Angkatan Laut dan kepolisian menjadi alat negara untuk melancarkan ambisi pembangunan Kawasan Rempang Eco-City harus menggusur 16 Kampung Melayu Tua yang sudah ada sejak 1834,” tulis rilis Koalisi Masyarakat Sipil belum lama ini.

Bentrokan antara masyarakat adat dengan aparat, terjadi sekitar pukul 10:00 WIB. Aparat gabungan yang menggunakan kendaraan taktis, berupaya masuk secara paksa ke Pulau Rempang. Mereka masuk untuk memasang patok tanda batas dan cipta kondisi.

Saat itu, masyarakat adat telah berkumpul di titik masuk Pulau Rempang, tepatnya di Jembatan 4 Barelang. Bentrokan pun tak terelakkan. Dalam kejadian ini, aparat menangkap setidaknya 6 orang warga. Puluhan orang mengalami luka, beberapa anak mengalami trauma. Dan, ada satu anak terluka akibat gas air mata yang dilepaskan aparat.

Diketahui, Rempang Eco-City bakal menjadi kawasan industri hasil komitmen investasi dari industri kaca dan panel surya perusahaan asal China, yakni Xinyi Group. Nantinya, Batam akan memiliki pabrik kaca dan solar panel terbesar kedua setelah China.

Topik

Komentar

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button