Peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkapkan sederet fakta mengenai gempa megathrust. Salah satunya sebagian besar gempa megathrust dan tsunami terjadi di Sumatera, beberapa gempa di Jawa, dan cukup banyak di bagian timur Indonesia.
Walaupun ada wilayah yang kosong, bukan berarti tak ada potensi tsunami. Namun, ini disebut sebagai seismic gap, yakni area yang bisa terjadi gempa besar kapan saja.
“Hasil riset yang telah banyak dilakukan dapat berkontribusi dalam upaya pengurangan risiko gempa. Megathrust beserta potensi gempanya adalah nyata, tetapi hal ini sebagai bagian dari fenomena alam yang harus dihadapi dengan adaptasi dan mitigasi,” kata peneliti ahli Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN Nuraini Rahma Hanifa dikutip dari keterangan resmi BRIN, Jumat (13/9/2024).
Lokasi megathrust di Indonesia sudah tergambar pada peta gempa yang tengah diperbarui dan diproyeksikan selesai pada akhir 2024. Dari peta tersebut terlihat lokasinya berada di sisi barat Sumatera hingga selatan Jawa.
“Bidang megathrust ini seukuran Pulau Jawa. Bayangkan jika bergerak 20 meter secara serentak, goncangannya akan sangat besar,” jelasnya.
Megathrust berada di sepanjang 1.000 km dengan bidang kontak selebar 200 km yang mengujam hingga kedalaman sekitar 60 km di bagian selatan Jawa. Ini juga terus mengakumulasi energi yang siap dilepas kapan saja.
“Di bawah Pulau Jawa, terdapat lempeng samudera Indo-Australia yang menghujam ke bawah selatan Jawa, sedangkan di atasnya ada lempeng kontinental. Pertemuan antara lempeng samudra dan lempeng kontinental inilah yang disebut bidang megathrust,” jelasnya.
Rahma juga berbicara cara mitigasi dari bencana megathrust. Untuk mengurangi risiko bencana, kapasitas adaptasi penduduk perlu ditingkatkan.
Jika tidak dilakukan namun sebaliknya tahu ada bencana, maka kapasitas masyarakat menjadi rendah. Dia mengatakan bakal meningkatkan risiko bencana.
Rahma menekankan pentingnya pemahaman soal megathrust. Dengan begitu bisa meningkatkan kapasitas adaptasi.
“Kita bisa hidup berdampingan dengan fenomena megathrust, dan bukanlah sesuatu yang harus ditakuti. Kita memang harus hidup bersama dengan megathrust, apalagi kita berada di negara kepulauan,” ucap dia.