News

Pengamat Ingatkan MK: Penerapan Proporsional Tertutup dalam Pemilu Merugikan Rakyat

Publik tengah menanti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menyangkut gugatan uji materi mengenai ketentutan sistem pemilu proporsional terbuka yang termuat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Apabila MK mengabulkan, sistem pemungutan suara dalam Pemilu 2024 diubah menjadi sistem proporsional tertutup sehingga pemilih mencoblos logo partai, bukan lagi nama calon legislatif (caleg).

Dalam pandangan Pengamat Politik dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus, sistem proporsional tertutup apabila diterapkan dapat merugikan rakyat. Hal ini terutama kian  menjauhkan DPR RI dari masyarakat.

Mungkin anda suka

Bagi Lucius, melalui sistem tersebut, anggota legislatif yang terpilih lebih memiliki beban kepada partai ketimbang memperjuangkan janji aspirasi rakyat.

“Sistem tertutup, partai menjadi sangat powerfull dan anggota partai hanya sekrup-sekrup kecil yang nasibnya akan ditentukan sepenuhnya oleh partai,” kata Lucius dalam keterangannya, Rabu (31/5/2023).

Lucius menjelaskan, dari perspektif partai politik, sistem proporsional tertutup cenderung membuat partai lebih pragmatis memilih caleg. Hal yang paling ditakutkan yaitu parpol yang berkuasa nantinya akan memilih anggota keluarga atau kerabatnya sendiri untuk menjadi caleg.

Sedangkan, untuk caleg dengan nomor urut besar, menurut Lucius hanya akan gigit jari karena persentase lolos ke parlemen amat sangat kecil. Hal semacam itu justru memperburuk wajah DPR RI.

“Karena proses rekrutmen anggota legislatif bergantung pada elektabilitas partai,” katanya.

Bertentangan dengan Semangat Demokrasi

Lebih lanjut, Lucius mengatakan, pola sistem proporsional tertutup tidak sejalan dengan semangat demokrasi Indonesia dan nafas reformasi.

Para legislator yang terpilih pun berpotensi hanya membawa beban politik dan kepentingan partai sehingga semakin membuat DPR RI kontra produktif.

“Bagaimana bisa membawa perubahan jika semua anggota DPR sejak awal sudah dalam cengkeraman parpol dan oligarki,” ujarnya.

Sebelumnya, MK telah menerima permohonan uji materi terhadap Pasal 168 ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) terkait sistem proporsional terbuka yang didaftarkan dengan nomor registrasi perkara 114/PUU-XX/2022 pada 14 November 2022.

Keenam orang yang menjadi pemohon ialah Demas Brian Wicaksono (pemohon I), Yuwono Pintadi (pemohon II), Fahrurrozi (pemohon III), Ibnu Rachman Jaya (pemohon IV), Riyanto (pemohon V), dan Nono Marijono (pemohon VI).

Sebanyak delapan dari sembilan fraksi partai politik di DPR RI menyatakan menolak sistem pemilu proporsional tertutup, yakni Fraksi Golkar, Gerindra, Demokrat, NasDem, PAN, PKB, PPP, dan PKS. Hanya satu fraksi yang menginginkan sistem pemilu proporsional tertutup, yakni PDIP.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button