Gempa bumi dahsyat berkekuatan 7,7 yang berpusat di wilayah Sagaing dekat kota Mandalay, Myanmar, menyebabkan kerusakan besar di negara itu dan mengguncang negara tetangga Thailand pada Jumat (28/3/2025). Bagaimana gempa ini terjadi dilihat dari sisi ilmiah?
Myanmar terletak di perbatasan antara dua lempeng tektonik dan merupakan salah satu negara dengan aktivitas seismik paling aktif di dunia. Namun gempa bumi besar dan merusak relatif jarang terjadi di wilayah Sagaing.
“Batas antara Lempeng India dan Lempeng Eurasia membentang kira-kira dari utara ke selatan, membelah bagian tengah negara ini,” kata Joanna Faure Walker, seorang profesor dan pakar gempa bumi di University College London.
Dia mengatakan lempeng-lempeng bergerak melewati satu sama lain secara horizontal dengan kecepatan yang berbeda. Meskipun hal ini menyebabkan gempa ‘strike slip’ yang biasanya tidak sekuat gempa yang terjadi di ‘zona subduksi’ seperti Sumatera, tempat satu lempeng meluncur di bawah lempeng lainnya, gempa tersebut masih dapat mencapai magnitudo 7 hingga 8.
Mengapa Gempa ini Sangat Merusak?
Sagaing telah dilanda beberapa gempa bumi dalam beberapa tahun terakhir, dengan kejadian berkekuatan 6,8 skala Richter yang menyebabkan sedikitnya 26 kematian dan puluhan cedera pada akhir 2012. Namun, peristiwa hari Jumat itu “mungkin yang terbesar” yang melanda daratan Myanmar dalam tiga perempat abad, kata Bill McGuire, pakar gempa bumi lainnya di University College London (UCL).
Roger Musson, peneliti kehormatan di British Geological Survey, mengatakan kepada Reuters bahwa kedalaman gempa yang dangkal berarti kerusakannya akan lebih parah. Menurut United States Geological Survey, episentrum gempa di Myanmar berada pada kedalaman hanya 10 km (6,2 mil).
“Ini sangat merusak karena terjadi pada kedalaman yang dangkal, sehingga gelombang kejut tidak hilang saat bergerak dari pusat gempa ke permukaan. Bangunan-bangunan menerima kekuatan penuh dari guncangan.”
“Penting untuk tidak berfokus pada episentrum karena gelombang seismik tidak menyebar keluar dari episentrum, melainkan menyebar dari seluruh garis patahan,” tambahnya.
Program Bahaya Gempa Bumi Survei Geologi Amerika Serikat (USGS) mengatakan bahwa korban jiwa bisa mencapai antara 10.000 hingga 100.000 orang, dan dampak ekonomi bisa mencapai 70 persen dari PDB Myanmar.
Musson mengatakan perkiraan tersebut didasarkan pada data dari gempa bumi sebelumnya berdasarkan ukuran, lokasi dan kesiapan Myanmar terhadap gempa secara keseluruhan.
Jarangnya kejadian gempa besar di wilayah Sagaing – yang dekat dengan Mandalay berpenduduk padat – berarti infrastruktur belum dibangun untuk menahannya. Itu berarti kerusakannya bisa jauh lebih parah.
Musson mengatakan gempa besar terakhir yang melanda wilayah itu terjadi pada 1956, dan rumah-rumah tidak mungkin dibangun untuk menahan kekuatan seismik sekuat yang terjadi pada hari Jumat. “Sebagian besar aktivitas seismik di Myanmar terjadi di bagian barat, sedangkan gempa ini terjadi di bagian tengah negara,” katanya.