Market

Penjual Makanan Padang dan Driver Ojol ‘Tersengat’ Kenaikan Harga BBM Jokowi

Senin, 05 Sep 2022 – 20:39 WIB

Penjual Makanan dan Driver Ojol 'Tersengat' Kenaikan Harga BBM

Pengusaha kuliner UMKM hingga diver ojol korban kenaikan harga BBM.

Tanggal 3 September 2022 menjadi hari paling apes bagi Sahrul, pedagang makanan kelas UMKM, serta Wawan yang berprofesi sebagai driver ojek online (ojol). Karena, harga BBM naik.

Kepada Inilah, Jakarta, Senin (5/9/2022), Sahrul yang mengelola Rumah Makan Padang di kawasan Warung Silah, Jagakarsa, Jakarta Selatan, mengakui bahwa beban hidup makin berat. Belum ada kenaikan BBM saja, harga barang khususnya bahan pangan, sudah mahal.

“Apalagi saat ini, Pertalite dan Solar naik maka harga bahan pangan naik lagi. Mulai telur ayam, cabai dan daging ayam. Kita yang bingung jualnya. Mau naekin harga, enggak tega kepada pelanggan. Terpaksa harus kita atur-atur lagi,” ungkapnya.

Lantaran harga bahan pangan semakin mahal, Sahrul harus menghentikan paket hemat makanan Rp10 ribu per bungkus. Lauknya bisa pilih, ada ayam goreng, ayam bakar, telur balado, atau lele goreng.

Paket hemat ini, cukup banyak peminatnya. Bisa jadi karena harganya sangat terjangkau kantong. Khusus hari Jumat, paket ini cepat ludes.

“Kita terpaksa naikin harga jadi Rp12 ribu. Karena saya ingin mempertahankan rasa serta ukuran lauknya, jangan kecil-kecil amat. Bagi saya, asal pelanggam tidak lari, enggak untung enggak apa,” tuturnya.

Rasa sama dialami Wawan, pengemudi ojol asal Srengseng Sawah, Jakarta Selatan. Bapak dua anak ini, merasakan betapa getirnya harga BBM kalau naik. Kini, penumpang ojol semakin sedikit yang berarti penghasilan berkurang signifikan.

“Sebelum BBM naik, sampai pukul 12.00 saya bisa dapat 9 tarikan. sekarang dapat 2 saja, Alhamdulillah. Kalau kata teman-teman, bisa karena driver semakin banyak, atau penumpang memang turun. Mereka memilih naik motor supaya ngirit,” tuturnya kepada Inilah.com, sambil sesekali menyeka peluh.

Untuk order makanan, kata Wawan, tidak jauh beda. Alias sama-sama sepinya. Alhasil, penghasilan harian kotor yang biasa dikantongi wawan, susut besar, dari Rp200 ribu menjadi Rp90 ribu-Rp100 ribu. “Itu belum dipotong untuk beli Pertalite, ngopi dan rokok. Ya bawa pulang palingan gocap (Rp50 ribu), om,” ungkapnya.

Lalu bagaimana dengan BLT BBM dan program bantalan sosial lainnya? Menurut dia, dana Rp600 ribu yang diterima memang cukup membantu. Namun hanya sementara. Setelah itu, Wawan harus berjuang keras demi bertahan hidup di tengah semakin lesunya daya beli.

Bisa jadi, cerita pilu Sahrul dan Wawan ini, mewakili ribuan bahkan jutaan pengusaha UMKM dan pengemudi ojol. Semuanya ‘tersengat’ kenaikan harga BBM.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button