Pentagon menegaskan tidak ada keterlibatan AS dalam ledakan alat komunikasi pager atau penyeranta yang merenggut sejumlah nyawa di Lebanon.
“Sejauh yang saya tahu, tidak ada keterlibatan AS sama sekali dalam hal ini. Sekali lagi, ini adalah sesuatu yang sedang kami pantau,” kata Juru Bicara Angkatan Udara Mayor Jenderal Pat Ryder, kepada wartawan seperti dikutip dari Anadolu Agency, Rabu (18/9/2024).
Pernyataannya muncul setelah sedikitnya sembilan orang tewas dan 2.800 lainnya terluka dalam ledakan serentak alat komunikasi pager di Lebanon.
“Mengenai laporan serangan ini… saya tidak memiliki informasi yang dapat diberikan terkait hal tersebut, jelas ini adalah sesuatu yang terus kami pantau, tetapi tidak ada informasi yang bisa saya sampaikan,” kata Ryder.
Tidak ada ‘perubahan dalam posisi pasukan AS’ di Timur Tengah, lanjut dia, saat ditanya tentang perubahan dalam postur kekuatan AS setelah serangan itu.
Ryder juga menyebut bahwa Menteri Pertahanan Lloyd Austin langsung berbicara dengan mitranya dari Israel, Yoav Gallant, tetapi tidak memberikan informasi lebih lanjut apakah pembicaraan mereka melalui telepon sebelum atau setelah serangan tersebut.
“Mengenai eskalasi, secara umum di Timur Tengah, ini adalah sesuatu yang sudah kami perhatikan selama hampir setahun terakhir, sejak serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober,” kata Ryder.
Dia menambahkan bahwa Menhan Austin sangat fokus memastikan ketegangan di kawasan tersebut tidak meningkat menjadi konflik regional yang lebih luas.
“Kami sangat percaya bahwa cara terbaik untuk mengurangi ketegangan di sepanjang perbatasan Israel-Lebanon adalah melalui diplomasi, dan itu akan terus menjadi fokus kami,” tegasnya.
Kelompok Hizbullah di Lebanon menuduh Israel bertanggung jawab penuh atas ledakan nirkabel tersebut dan bersumpah akan melakukan ‘pembalasan yang adil dari tempat-tempat yang tak terduga’ terhadap Tel Aviv.
Sejauh ini, tidak ada komentar langsung dari pihak Israel.
Ledakan massal ini terjadi di tengah serangan lintas perbatasan antara Hizbullah dan Israel, dengan latar belakang serangan brutal Israel di Jalur Gaza yang telah menewaskan lebih dari 41.200 korban, kebanyakan wanita dan anak-anak, setelah serangan Hamas pada 7 Oktober tahun lalu.