Hangout

Pentingnya Orangtua Ikuti Perkembangan Zaman untuk Bangun Karakter Anak

Psikolog Saskhya Aulia Prima dari Universitas Indonesia menjelaskan pentingnya peran orangtua untuk mengikuti perkembangan zaman. Hal tersebut bertujuan untuk bangun karakter anak mempersiapkan masa depan.

“Penting bagi orang tua untuk mengikuti perkembangan zaman dan memahami peran kita dalam mendukung anak mengembangkan soft skill dan membangun karakter mereka,” kata Saskhya dalam temu media virtual di Jakarta, Jumat, (25/3/2022).

Bukan hanya anak yang diajak mempelajari berbagai keterampilan demi masa depan, orangtua juga terus belajar dari berbagai sumber untuk bisa membesarkan anak dengan baik di tengah kehidupan yang dinamis.

Penting juga untuk berdiskusi bersama pasangan agar orang tua dapat kompak dalam membesarkan anak. Diskusikan soal cara mendidik anak, sekolah apa yang akan dipilih dan kegiatan apa yang akan diperkenalkan kepada buah hati.

Dulu, dunia maya dan dunia nyata dianggap berbeda. Tapi saat ini dunia digital sudah menjadi bagian dalam keseharian. Maka, gabungkan semua alat untuk mengembangkan kemampuan anak, seperti memadukan buku dan gawai.

“Ajari anak jadi digital citizen (warga negara digital) yang baik,” kata dia.

Perilaku yang baik kini tak hanya penting di dunia nyata, tetapi juga di dunia digital. Rekam jejak di dunia maya dapat mempengaruhi kehidupan di dunia nyata, maka orang tua sepatutnya memandu anak sejak kecil untuk bisa memanfaatkan teknologi secara baik dan benar.

Tiga keterampilan penting bangun karakter anak

Tifa kategori penting dalam mengembangkan keterampilan anak. Keterampilan ini agar anak-anak bisa bertahap hidup dan sukses di lingkungan yang akan dia hadapi.

Tiga keterampilan tersebut antara lain kemampuan kognitif dan metakognitif, kemampuan sosial dan emosional, dan kemampuan fisik dan praktikal.

Untuk melatih kemampuan kognitif dan metakognitif, orangtua dapat mengajak anak untuk berdiskusi dan menyampaikan pendapat sejak dia bisa mulai berbicara.

Sebagai contoh, anak usia dua tahun bisa diajak terlibat memilih satu dari dua makanan yang ingin dia makan. Jika anak masih bayi, kemampuan ini dilatih sesederhana mengajak anak berbicara dan menyebutkan benda-benda di sekitarnya.

Perlu juga memberi ruang dan waktu untuk menjelajahi minat mereka. Berikan anak kebebasan untuk mengeksplorasi kreativitasnya.

Tantangan bagi orang tua adalah harus sabar dalam menunggu proses anak dan bisa mengasuh dengan lebih mindful.

Kadang kala orangtua tidak sabar ketika menunggu anak menyelesaikan pekerjaan yang menurut orang dewasa sepele, seperti menggunting kertas.

Saskhya mengingatkan orangtua untuk menahan diri untuk membantu agar anak kelak bisa mandiri dalam menyelesaikan masalah.

“Tunggu dulu, kalau mau bantu pakai mulut dulu, kasih instruksi saja. Tunggu waktu seberapa pun geregetannya kita, itu akan berguna buat anak,” ujar dia, menambahkan anak yang terlalu banyak diatur sejak kecil dapat kesulitan untuk membuat pilihan kelak.

Untuk mendorong perkembangan sosial dan emosional, biasakan anak mengomunikasikan perasaannya secara sehat.

Ketika anak marah, tahan rasa jengkel dan beri pengakuan serta validasi atas perasaannya. Dari situ, anak dapat belajar bahwa perasaan bisa diungkapkan secara baik-baik.

“Orang tua perlu jadi pendengar kalau anak sedang mengungkapkan perasaannya, jangan dipotong,” katanya.

Libatkan juga anak dalam kegiatan yang butuh kerjasama dengan orang lain, misalnya mengajak anak melakukan proyek bersama adik dan kakaknya di rumah atau bersama teman-temannya secara daring.

Orang tua juga berperan sebagai panutan anak soal keterampilan sosial dan emosi yang baik. Jadilah contoh yang baik dalam menampilkan emosi.

“Perhatikan bagaimana anak saat marah, mungkin sekali anak mengikuti kita,” paparnya.

Untuk mengembangkan kemampuan fisik dan praktikal, orangtua dapat melatih anak melakukan hal-hal seperti memakai baju sendiri dan mengambil air minum sendiri.

Eksplorasi juga kegiatan seperti musik, seni dan olahraga yang menggunakan motorik halus. Bantulah anak untuk membantu dirinya sendiri sebisa mungkin.

“KIta harus berpikir kita membesarkan orang dewasa tapi masih anak-anak karena tujuannya kalau kita tidak ada, mereka sudah lebih siap untuk jadi pembelajar terus menerus,” ungkapnya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Mia Umi Kartikawati

Redaktur, traveller, penikmat senja, musik, film, a jurnalist, content creator enthusiast, food lovers, a mom who really love kids. Terus belajar untuk berbagi dan bersyukur dalam jalani hidup agar bisa mendapat berkah.
Back to top button