News

Penunjukan Penjabat Kepala Daerah Harus Berdasar Regulasi

Ratusan daerah di Indonesia bakal mengalami kekosongan kepemimpinan karena berakhirnya periode masa jabatan gubernur dan bupati pada 2022 ini. Pakar hukum tata negara Hamdan Zoelva menilai, perlu adanya regulasi yang pasti bagi pemerintah untuk menunjuk penjabat kepala daerah.

Hamdan menyebutkan, tanpa adanya regulasi yang mengatur syarat formal sulit untuk memastikan pengangkatan penjabat kepala daerah berjalan transparan. Dia mendorong pemerintah menyusun regulasi sekaligus menutup asumsi adanya lobi-lobi untuk menguntungkan kelompok tertentu dalam penunjukan penjabat kepala daerah.

“Dengan adanya aturan demikian, publik akan menjadi mudah untuk mengontrol penjabat kepala daerah yang bertindak atau dalam kebijakannya apakah menguntungkan salah satu pihak, baik partai politik maupun pasangan calon presiden/wakil presiden pada Pemilu 2024,” kata Hamdan dalam diskusi bertema “Mencegah Politisasi Penjabat Kepala Daerah untuk Pemenangan Pemilu 2024” yang disiarkan Youtube Salam Radio Channel, Selasa (19/4/2022).

Regulasi tersebut, lanjut Hamdan, nantinya harus mengatur sanksi bagi penjabat kepala daerah yang terbukti memihak atau tidak netral dalam proses pemilu. Adanya regulasi turut memudahkan pengawasan publik kepada kepala daerah agar netral dalam pemilu, sekaligus menjadi dasar bagi Bawaslu, Komisi ASN, atau Kemendagri dalam menjatuhkan sanksi bagi penjabat kepala daerah yang terbukti tidak netral.

“Hal itu semua dalam rangka menjamin pelaksanaan pemilu yang demokratis dan publik memercayai hasilnya,” ujar Presiden Syarikat Islam.

Hamdan menilai, secara prinsip, ASN harus bersikap netral dalam pemilihan. Baik pada pemilihan kepala daerah, pemilu anggota legislatif, maupun Pemilu Presiden/Wakil Presiden. Namun pada praktiknya, ketidaknetralan ASN selalu muncul.

Menurutnya, akan selalu ada ketidaknormalan dalam menjalankan kebijakan yang berpotensi menguntungkan salah satu parpol atau salah satu pasangan calon dalam pemilihan umum. Artinya kecenderungan keberpihakan ASN selalu ada meskipun secara prinsip tidak dibenarkan.

Hamdan meyakini melalui regulasi pengangkatan penjabat daerah kecenderungan ASN bersikap tidak netral bisa dicegah. Setidaknya penjabat daerah yang ditunjuk memiliki aturan main dalam menyusun kebijakan yang tidak menguntungkan salah satu parpol atau salah satu pasangan calon dalam pilpres maupun pilkada.

“Itulah yang harus menjadi kajian dan pegangan bagi Pemerintah. Di lain pihak, bagi publik dalam mengontrol kepala daerah dari ASN. Apalagi, penjabat gubernur diangkat oleh Presiden dan penjabat bupati/wali kota diangkat Mendagri,” ujarnya.

Eks Ketua MK ini turut menekankan penjabat gubernur sebaiknya tidak merangkap jabatan struktural. Tujuannya agara pejabat yang ditunjuk bisa fokus menjalankan tugas sebagai penjabat kepala daerah.

“Penting untuk menjamin konsentrasi penuh penjabat kepala daerah dengan memastikan penjabat kepala daerah tidak merangkap jabatan di jabatan struktural di eselonnya yang sebelumnya,” kata Hamdan.

Secara terpisah, Ketua DPR Puan Maharani memiliki pendapat yang senada. Puan menilai penunjukan penjabat daerah harus transparan dan memahami peta daerah yang dipimpin sehingga bisa langsung tancap gas ketika diangkat presiden.

Puan menyebutkan, penjabat daerah yang ditunjuk memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan pilkada dan pemilu serentak tahun 2024. Artinya integritas dan kapabilitas calon penjabat menjadi syarat penting untuk memastikan yang bersangkutan tidak aji mumpung atau mengambil keuntungan sesaat selama menjabat.

“Meskipun akan menjabat sementara, penjabat kepala daerah harus menjalankan pemerintahan daerah dan melayani rakyat dengan all out,” ujar Puan.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button