Setiap 22 Desember, Indonesia memperingati Hari Ibu. Ini bukan hanya perayaan seremonial, tetapi momen penting untuk merefleksikan peran besar ibu dalam keluarga dan ekonomi. Sayangnya, kontribusi ibu, terutama pekerjaan rumah tangga yang tidak dibayar, sering kali dianggap remeh. Padahal, jika dilihat lebih dalam, aktivitas ini memiliki nilai ekonomi yang signifikan dan menjadi fondasi penting bagi kesejahteraan keluarga serta pembangunan bangsa.
Banyak orang memandang pekerjaan domestik yang dilakukan ibu sebagai sesuatu yang wajar dan tidak bernilai ekonomi. Namun, laporan International Labour Organization (ILO) mengungkapkan bahwa pekerjaan domestik yang tidak dibayar (unpaid labor) dapat menyumbang sekitar 10-39% Produk Domestik Bruto (PDB) jika dihitung secara formal. Ini menunjukkan bahwa kontribusi ibu di rumah memiliki nilai yang signifikan dalam perekonomian.
Bayangkan jika pekerjaan seperti memasak, membersihkan rumah, atau mengasuh anak harus digantikan oleh tenaga profesional. Biaya yang dibutuhkan akan sangat besar. Misalnya, layanan pengasuh anak di kota-kota besar Indonesia dapat mencapai jutaan rupiah per bulan. Padahal, ibu melakukan pekerjaan ini setiap hari tanpa pamrih.
Dalam perspektif ekonomi, kontribusi ibu juga berkaitan dengan marginal productivity at home. Teori ini menjelaskan bahwa waktu yang diinvestasikan ibu di rumah memberikan dampak langsung pada produktivitas keluarga. Satu jam yang digunakan untuk mendidik anak, misalnya, dapat meningkatkan keterampilan, literasi, dan kualitas hidup mereka di masa depan. Namun, seperti yang dijelaskan dalam teori Gary Becker di bukunya A Theory of the Allocation of Time (1965), waktu memiliki biaya kesempatan. Ketika ibu harus membagi waktu antara pekerjaan profesional dan pekerjaan rumah tangga, fokus mereka di setiap tugas meningkat. Namun, tanpa dukungan dari keluarga atau kebijakan pendukung, tekanan fisik dan mental pada ibu dapat meningkat, yang berpotensi menurunkan produktivitas di kedua peran tersebut.
Dalam kenyataannya, tantangan ini masih dihadapi banyak ibu di Indonesia. Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2023 menunjukkan bahwa tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan hanya 54,52%, jauh lebih rendah dibandingkan laki-laki yang mencapai 84,26%. Salah satu hambatan utamanya adalah tanggung jawab domestik, terutama pengasuhan anak, yang masih dominan dibebankan kepada perempuan.
Dukungan Kebijakan untuk Peran Ibu
Beberapa negara maju telah menerapkan kebijakan inklusif yang mendukung peran ibu, baik di rumah maupun di dunia kerja. Kebijakan ini memungkinkan ibu untuk menyeimbangkan peran domestik dan profesional, sehingga produktivitas mereka dapat optimal. Contoh kebijakan tersebut antara lain:
- Swedia: Memberikan cuti orang tua selama 480 hari dengan bayaran 80% gaji, di mana 90 hari khusus diberikan kepada ayah untuk mendorong peran pengasuhan bersama.
- Islandia: Memberikan cuti orang tua selama 9 bulan dengan bayaran 80% dari gaji. Cuti ini dibagi secara adil antara ibu dan ayah, di mana masing-masing mendapatkan 3 bulan, dan sisa 3 bulan dapat dibagi sesuai kesepakatan.
- Norwegia: Memberikan opsi cuti hingga 46 minggu dengan bayaran penuh atau 56 minggu dengan bayaran 80%.
Kebijakan ini membuktikan bahwa dukungan terhadap ibu dapat meningkatkan keseimbangan antara kehidupan kerja dan keluarga. Indonesia bisa belajar dari kebijakan tersebut dengan mengimplementasikan solusi yang lebih inklusif, seperti:
- Fleksibilitas kerja bagi ibu yang bekerja di sektor formal, sehingga mereka dapat membagi waktu lebih efisien antara pekerjaan dan keluarga.
- Layanan daycare berkualitas dan terjangkau. Data dari Kemendikbud 2023 menyatakan bahwa hanya 1%, atau sekitar 2.815 satuan PAUD di Indonesia, yang berfungsi sebagai daycare. Kebanyakan fasilitas ini dikelola oleh swasta dengan biaya yang tinggi, sehingga sulit dijangkau oleh sebagian besar keluarga. Padahal, layanan ini memiliki peran penting dalam mendukung ibu untuk tetap bekerja sambil memastikan anak mendapatkan pengasuhan yang baik.
- Cuti ayah yang lebih fleksibel, agar pengasuhan anak menjadi tanggung jawab bersama dalam keluarga.
Selain kebijakan formal, dukungan keluarga juga memegang peran penting. Pembagian tanggung jawab domestik yang adil antara pasangan dan anggota keluarga lain dapat mengurangi tekanan pada ibu. Dengan begitu, kesejahteraan keluarga akan meningkat, dan ibu dapat menjalankan perannya dengan optimal di rumah maupun di tempat kerja.
Menghargai Peran Ibu untuk Masa Depan Bangsa
Kontribusi ibu bukan hanya soal pekerjaan domestik yang dilakukan sehari-hari, tetapi juga investasi jangka panjang dalam membangun sumber daya manusia berkualitas. Anak-anak yang tumbuh dalam pengasuhan yang baik memiliki peluang lebih besar untuk menjadi individu produktif yang berkontribusi pada perekonomian di masa depan.
Sayangnya, pekerjaan domestik sering kali masih dianggap tidak produktif karena tidak menghasilkan pendapatan langsung. Inilah mengapa diperlukan perubahan pola pikir di masyarakat. Kontribusi ibu di rumah harus diakui sebagai bagian penting dari perekonomian. Tanpa peran ibu, kesejahteraan keluarga dan pembangunan bangsa tidak akan berjalan optimal.
Hari Ibu seharusnya bukan sekadar momen simbolis, melainkan momentum untuk menciptakan perubahan nyata. Pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat perlu bekerja sama dalam mendukung ibu dengan kebijakan yang lebih inklusif dan lingkungan yang lebih adil. Mendorong fleksibilitas kerja, meningkatkan akses daycare, serta mengadopsi cuti ayah yang adil adalah langkah strategis untuk menghargai peran ibu secara nyata.
Dengan memahami dan mendukung peran ibu, kita tidak hanya membantu mereka menjalankan tugasnya dengan lebih baik, tetapi juga berinvestasi pada masa depan yang lebih cerah. Anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan keluarga yang mendukung akan menjadi generasi unggul yang siap memajukan bangsa.
Selamat Hari Ibu untuk semua perempuan hebat di Indonesia. Dedikasi, kasih sayang, dan kerja keras ibu adalah kekuatan besar yang menopang keluarga dan perekonomian. Saatnya kita bergerak bersama untuk mendukung dan mengakui peran ibu dengan tindakan nyata, bukan hanya dengan kata-kata.