News

Perbaikan Etik Kedokteran, Kemenkes Transformasi Sistem Kesehatan

Minggu, 03 Jul 2022 – 21:46 WIB

PB IDI bersama Asosiasi Dokter Sedunia menyelenggarakan Simposium International yang fokus pada permasalahan etik di dunia kedokteran. (Foto: Inilah.com/ Safarianshah)

PB IDI bersama Asosiasi Dokter Sedunia menyelenggarakan Simposium International yang fokus pada permasalahan etik di dunia kedokteran. (Foto: Inilah.com/ Safarianshah)

Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) bersama World Medical Association (Asosiasi Dokter Sedunia) menyelenggarakan Simposium International Code of Medical Ethics (ICoME) yang fokus pada permasalahan etik di dunia kedokteran.

Simposium etik kedokteran menjadi agenda pembuka dalam rangkaian konferensi World Medical Association yang akan berlangsung pada 4 dan 5 Juli 2022 mendatang di Jakarta.

Bertajuk ‘How Indonesian Medical Association (Ikatan Dokter Indonesia) and Worldwide Medical Organizations Standardize Medical Ethics and Professionalism’, perhelatan simposium ditujukan untuk penataan dan perbaikan etik kedokteran di dunia.

“Kementerian kesehatan telah berkomitmen untuk melakukan transformasi sistem kesehatan, sehingga semua orang memiliki akses layanan kesehatan yang mudah dan berkualitas serta dengan biaya yang terjangkau baik di layanan primer maupun rujukan,” kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin di Jakarta, Minggu (3/7/2022).

Budi Gunadi mengatakan, dunia kedokteran di Indonesia akan terus bertransformasi dalam mewujudkan ketahanan bangsa dalam menghadapi krisis kesehatan.

Dengan begitu, sambung dia, Kemenkes menyiapkan strategi dengan mengoptimalkan Transformasi Layanan Primer, Transformasi Layanan Rujukan, Transformasi Sistem Ketahanan Kesehatan, Transformasi Pembiayaan Kesehatan, Transformasi SDM Kesehatan, hingga Transformasi Teknologi Kesehatan.

“Dengan semangat lahir kembali, IDI sebagai organisasi profesi diharapkan selalu bersama pemerintah dalam mewujudkan transformasi sistem kesehatan yang merata dan berkualitas bagi seluruh masyarakat Indonesia,” tuturnya.

IDI, lanjut dia, diharapkan menjadi pembina para dokter agar dapat berkontribusi dalam pengembangan pendidikan dokter untuk menghasilkan dokter yang memiliki kompetensi mendalam, mampu bersaing di tingkat global, berorientasi sosial, serta bersedia melayani di seluruh wilayah Indonesia yang membutuhkan.

“Pemerintah percaya IDI sebagai organisasi profesi dokter akan selalu mendorong peningkatan peran dokter untuk selalu profesional dalam layanannya, terbuka akan inovasi dan kemajuan teknologi kesehatan, serta selalu mengutamakan kepentingan bangsa dari kepentingan lainnya,” bebernya.

Sementara, Ketua Umum PB IDI, Adib Khumaidi menuturkan, sinergi dan kolaborasi IDI dengan WMA sudah berlangsung sejak kedua organisasi ini berdiri dan IDI sejak dahulu hingga hari ini merupakan satu-satunya anggota WMA yang diakui dan mewakili Indonesia.

Menurut Adib, kolaborasi ini bukan hanya terkait dengan masalah etik kedokteran internasional saja, namun juga dalam setiap hal terkait kedokteran dan dunia medis. Dukungan WMA dan pemerintah untuk IDI sangat berarti bagi organisasi profesi ini, sehingga IDI terus bisa berkembang dan menjalankan amanat negara untuk menjaga kualitas dokter dan pelayanan kedokteran.

“Asosiasi Medis Dunia (WMA) telah mengembangkan Kode Etik Medis Internasional sebagai prinsip-prinsip etika untuk anggota profesi medis di seluruh dunia,” terang Adib.

Terlebih, sambung dia, merujuk pada Deklarasi WMA Jenewa: The Physician’s Pledge, yang mendefinisikan dan menjelaskan tugas profesional dokter terhadap pasien mereka, dokter lain dan profesional kesehatan, diri mereka sendiri, dan masyarakat secara keseluruhan.

Di sisi lain, Secretary General (Sekjen) World Medical Association, Otmar Kloiber menjelaskan, dokter harus mengetahui norma dan standar etika, hukum, dan peraturan nasional yang berlaku, serta norma dan standar internasional yang relevan. Norma dan standar tersebut tidak boleh mengurangi komitmen dokter terhadap prinsip-prinsip etika yang ditetapkan dalam Kode Etik.

“Bagi kami di WMA, keberadaan organisasi profesi juga haruslah tunggal karena menyangkut standarisasi etik kedokteran demi keselamatan pasien dan masyarakat, serta dokter,” pungkasnya.

Simposium yang digelar secara kolaboratif antara Ikatan Dokter Indonesia dengan World Medical Association akan dilanjutkan dengan perhelatan Conference of International Code of Medical Ethics.

Dalam upaya meningkatkan kualitas etika kedokteran, simposium ini menghadirkan sejumlah pembicara dari Indonesia dan Internasional yang berkompeten dalam fokus etik kedokteran. Di antaranya Sekjen WMA dr Otmar Kloiber, Bendahara WMA Prof Ravindra, dr Ramin Parsa-Parsi dan Prof Urban Wiesing.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button