Anggota Komisi II DPR, Mardani Ali Sera menyebut, perlu adanya perbaikan regulasi dengan merevisi rencana desain dan tata ruang (RDTR). Tujuannya mulia, untuk menggenjot perekonomian kelas menengah khususnya di daerah yang kian merosot.
“Kita perlu perbaiki regulasi dengan merevisi RDTR sesuai dengan kebutuhan tiap daerah, atau lebih fleksibel terhadap regulasi tersebut. Agar para investor yang akan masuk bisa lebih mudah dan membantu perkembangan ekonomi rakyat,” ujar Mardani dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis (19/9/2024).
Ia menilai, salah satu penyebab penurunan kelas menengah di Indonesia, karena kebijakan otonomi daerah yang kurang mendukung perekonomian rakyat.
“Sekarang ini untuk usaha rumahan susah, karena kawasan residensial. Mestinya dimudahkan agar perputaran uangnya mudah. Rata-rata kota kita terikat aturan. Jadi ini tentang bagaimana tata ruang memudahkan dan lentur agar dari residensial ke komersial bisa mudah,” ungkap dia.
Dengan mempermudah revisi RDTR, kata Mardani, hal itu bisa membuat perekonomian masyarakat kelas menengah meningkat. Ia pun memberi contoh bagaimana Singapura memberikan kemudahan untuk cepat mengadaptasi regulasi untuk para investor berinvestasi di sebuah daerah.
“Misalnya di Singapura nih, itu daerah perumahan tapi dia mau jadi komersial, boleh asal bayar saja. Ada rate-nya tapi dan mereka harus bayar Pemda untuk menyiapkan lahan parkir, memperbesar ruang, dan sebagainya,” tutur Mardani.
“Dengan dimudahkan aturan maka perputaran uang itu akan makin banyak,” sambungnya.
Di Indonesia sendiri, revisi RDTR hanya bisa dilakukan dalam 5 tahun sekali. Mardani menyebut hal ini dapat menyulitkan kemajuan daerah, mengingat perkembangan zaman bergerak cepat dan menyebabkan para investor yang mau masuk ke daerah-daerah seperti perumahan, komersial ataupun industrial menjadi lebih sulit.
“Tapi ada juga daerah yang lebih fleksibel karena pemdanya mau berkolaborasi dan adaptif untuk membuat perekonomian masyarakat bergerak. Kita bisa lihat kawasan BSD dan juga Summarecon Bekasi, maju sekarang karena memang dia dimudahkan karena ada estate manajemennya yang atur,” kata dia.
Ketika Pemda memberi ruang untuk investor mengembangkan residential, ia menyebut, masyarakat di daerah tersebut dapat merasakan manfaatnya, karena bisa turut mengakses sarana maupun fasilitas yang disiapkan pihak pengembang.
Dirinya juga menyinggung saat Anies Baswedan menjabat Gubernur DKI Jakarta, berhasil membangun Taman Ecopark. “Kayak Anies Baswedan bagus, bikin tempat Ecopark itu bagus, orang jadi ramai ke sana, dia berkolaborasi, bagus dan jalan. Nah para kepala daerah dan birokrat daerah harus berpikir seperti itu, jangan abisin anggaran sekadar jalani project, tapi nggak buat daerahnya berkembang,” tegasnya.
Meski begitu, ia tak menampik bila permasalahannya karena masih adanya perbedaan peraturan di setiap wilayah, tergantung dari pemimpin atau kepala daerah seperti Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing.
Oleh karena itu, Mardani berharap kepala daerah dan birokrat untuk bekerja betul-betul demi kesejahteraan warganya. Hal ini penting, karena para birokrat di daerah masih banyak yang hanya mengurusi kepentingan masing-masing, dan enggan berkolaborasi dengan pihak pengembang demi kemajuan daerahnya.
“Penumbuh kota itu dibantu private, selain APBN dan APBD yang menyediakan biar masyarakat tumbuh berkembang. Tapi yang ada sekarang ini uang negara itu rata-rata untuk project aja, yang penting habisin anggaran tapi tidak mikirin perkembangan warganya,” imbuh dia.
Sehingga dirinya menekankan agar Pemda dapat membuat regulasi yang menunjang kebahagiaan warganya. “Maka Pemdanya harus berani, tata ruangnya harus diberesin,” tandasnya.