Market

Perdagangan Indonesia-Swiss Naik 55 Persen, Surplus Neraca Dagang Melejit

Paruh pertama, total perdagangan Indonesia dan Swiss meningkat 55,1 persen menjadi US$1,80 miliar dibandingkan semester I-2021 yang mencapai US$1,16 miliar.

Dubes Indonesia untuk Swiss dan Liechtenstein, Muliaman D Hadad dalam rilis di Jakarta, Rabu (20/7/2022), menerangkan bahwa ekspor Indonesia ke Swiss meningkat lebih dari 60 persen, atau senilai US$1,60 miliar bila dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

“Nilai ini menjadikan Indonesia naik 2 peringkat menjadi peringkat 24 eksportir terbesar di Swiss, atau 0,9% dari total nilai impor Swiss dari dunia (semester 1/2021: 0.6%),” papar Muliaman.

Sementara impor Indonesia dari Swiss, lanjut Muliaman, juga meningkat 12,8 persen atau senilai US$210,95 juta. Sementara pada semester I-2021 senilai US$187,05 juta.

Secara total, surplus neraca perdagangan Indonesia terhadap Swiss pada semester I-2022, mencapai US$1,38 miliar. Atau naik 18,8% dibanding surplus neraca perdagangan semester I-2021 senilai US$787,33 juta.

“Komoditas utama ekspor Indonesia ke Swiss masih didominasi oleh emas, logam mulia, perhiasan (HS 71), yakni 84% dari total ekspor Indonesia ke Swiss atau senilai 1,34 miliar dolar AS,” sebut Muliaman.

Selain emas, komoditas yang secara konsisten menempati 5 teratas pada ekspor Indonesia ke Swiss antara lain alas kaki (HS 64) dan tekstil bukan rajutan (HS 62) dan tekstil rajutan (HS 61) masing-masing menyumbang kurang lebih 4,0%, 2,2%, 1,2% dari total perdagangan.

Komoditas utama yang mengalami kenaikan signifikan antara lain emas (HS 71), furnitur (HS 94), kulit (HS 42), dan electrical machinary (HS 85), yakni masing-masing naik 83,1%, 21,2%, 13,4% dan 10%. Sementara itu komoditas utama yang mengalami penurunan dibanding semester 1 tahun lalu, antara lain essential oil (HS 33) turun 20,1% dan machinery dan mechanical appliance (HS 84) turun sebesar 15,4%.

Muliaman mengatakan, kenaikan perdagangan Indonesia dan Swiss, menjadi kabar baik di tengah ekonomi global yang masih tidak menentu. Apalagi dunia tengah dihebohkan dengan perang Ukraina–Rusia, serta tingginya inflasi global.

”Situasi seperti ini, sesungguhnya memberikan kesempatan bagi Indonesia untuk mengisi kebutuhan negara konsumen yang tadinya komoditasnya disuplai oleh Ukraina, Rusia maupun negara suplier yang terkena dampak. Swiss misalnya salah satu importir emas Rusia, sementara Indonesia juga merupakan salah satu eksportir emas terbesar dunia” Ujar mantan kepala OJK ini.

Saat ini, para pemimpin negara-negara terkaya di dunia (G7) bersiap untuk memberlakukan larangan impor logam mulia dari Rusia oleh Swiss. Fokus G7 adalah emas, yang merupakan komoditas ekspor terbesar kedua Rusia setelah energi.

Bila melihat total nilai perdagangan Indonesia-Swiss, data terakhir dari Swiss Federal Office for Customs and Border Security (FOCBS), pada semester ini, peringkat Indonesia sudah naik menjadi ke 33 dibandingkan semester 1/2021 yang masih menempati peringkat ke 43.

”Melompat sampai 10 ranking tentunya kabar yang sangat baik, mengindikasikan bahwa kerja sama ekonomi antara Indonesia – Swiss dapat diambil manfaatnya, seperti Indonesia – EFTA CEPA dan kerja sama lainnya.” tambah Muliaman.

Selama WEF 2022 di Davos, Indonesia dan Swiss telah menandatangani empat perjanjian ekonomi, antara lain Bilateral Investmen Treaty, Kadin dan Economiesuisse di sektor perdagangan dan sustainability, dan perjanjian Kadin dan Innosuisse di sektor capacity building dan inovasi, serta perjanjian pendirian Indonesia Trading House antara Kadin dan diaspora pengusaha Indonesia di Swiss.

Sementara itu, ekonomi Swiss masih tumbuh positif. Kementerian ekonomi Swiss (SECO) melaporkan GDP Swiss masih tumbuh 0,5% pada Kuartal pertama 2022. Pusat penelitian ekonomi Swiss, KOF, memperkirakan pertumbuhan GDP tahun 2022 ini yakni 2,7%, dan 1,6% pada 2023.

Sedangkan inflasi untuk pertama kalinya mencapai +3,4% pada Juni dibandingkan Juni 2021. Angka inflasi ini merupakan yang tertinggi sejak 1993, meski masih di bawah Amerika Serikat dan Zona Euro (8,6%). Swiss National Bank (SNB) memperkirakan inflasi di Swiss pada 2022, mencapai 2,8%

Menurut angka terbaru, produk minyak bumi 48,4% lebih mahal pada bulan Juni tahun ini dibandingkan dengan bulan yang sama pada tahun 2021. Biaya tersebut dibebankan kepada konsumen dengan biaya transportasi naik 13%. Minyak pemanas, yang digunakan untuk memanaskan banyak rumah di Swiss harganya naik hampir 30%.

Selain itu, untuk pertama kalinya sejak tahun 2007, SNB menaikkan suku bunga dari -0,75% menjadi -0,25%. SNB juga terus berupaya agar nilai tukar Swiss Franc dapat dipertahankan terhadap mata uang lain untuk melawan inflasi.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button