News

Perempuan Rentan Terjerat Pinjol, KemenPPPA Ungkap Tiga Penyebabnya

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengungkapkan mayoritas korban pinjaman online (pinjol) ilegal yang terjadi di tahun 2022, berasal dari kalangan perempuan.

Asisten Deputi Pengarusutamaan Gender Bidang Sosial dan Budaya KemenPPPA, Eko Novi Ariyanti mengatakan, berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Agustus tahun 2022 tercatat persentase jumlah korban pinjol ilegal dari kalangan perempuan mencapai 55,32 persen. Sedangkan dari kalangan laki-laki sebesar 44,68 persen.

Mungkin anda suka

Tak jarang dari mereka berujung pada gagal bayar, kemudian berakhir menjadi sasaran kekerasan berbasis gender online (KBGO), baik secara verbal maupun pelanggaran privasi.

“Saat perempuan tidak bisa membayar tagihan, mereka mengalami kekerasan baik secara verbal maupun dengan penyebaran data pribadi,” ucapnya dalam acara Media Talk di Jakarta, Jumat (3/2/2023).

Menurutnya, maraknya bermunculan penyedia jasa pinjol ditambah dengan mudahnya persyaratan dan proses pencairan dana pinjaman, menjadi daya tarik menggiurkan bagi kalangan perempuan.

Selain menggiurkan, terdapat juga tiga alasan penyebab kaum hawa masuk dalam kategori rentan jadi korban pinjol ilegal. Yang pertama, tutur Eko, status perempuan sebagai penopang keluarga sering dipaksa keadaan untuk membantu cari tambahan keuangan, dalam rangka memenuhi kebutuhan keluarga.

“Perempuan sebagai penopang keluarga, ketika anaknya tidak sekolah. Mereka tidak bisa bayar uang sekolah, ya udah pinjaman online saja yang gampang,” ungkap Eko.

Alasan kedua, tambah dia, karena adanya budaya konsumtif yang terbentuk dari keinginan membeli produk yang tengah menjadi tren di lingkungan pergaulannya. Hal ini menurut Eko faktor terbesar dalam mendorong perempuan untuk nekat mengajukan pinjaman.

Sementara alasan yang terakhir, Eko menjelaskan, biasanya terjadi dari kalangan perempuan yang berwirausaha atau baru mau mencoba usaha mikro. Umumnya mereka ini sering kesulitan mendapatkan akses informasi seputar permodalan sehingga berakhir memilih jalan pintas melalui layanan pinjol ilegal.

“Pelaku usaha dari ekonomi mikro kesulitan mendapat akses informasi, akses modal, akhirnya mereka juga melakukan pinjaman online.” jelas dia.

Karena itu, KemenPPPA melihat adanya urgensi edukasi terkait literasi digital, khususnya dalam hal finansial. Sehingga bisa menjadi langkah pencegahan, bertambahnya jumlah perempuan yang terjerat pinjol ilegal. “Perempuan harus melek informasi, edukasi terkait literasi digital harus dilakukan secara massif,” pungkasnya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button