Sejumlah aktivis, pegiat hak asai manusia (HAM) hingga korban pelanggaran HAM menggelar aksi instalasi Peringatan 26 Tahun Reformasi serta napak tilas pelanggaran HAM era Orde Baru.
Aktivis ’98 sekaligus Akademisi Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun menyampaikan peringatan ini untuk merefleksikan mimpi pada era awal Reformasi, yakni memiliki cita-cita besar untuk bisa menikmati demokrasi yang berkualitas.
“Tetapi hari ini demokrasi kita memburuk, bahkan indeks demokrasi kita berada pada posisi yang oleh The Economist disebut sebagai a flawed democarzy, demokrasi yang cacat dan cacatnya makin parah,” kata Ubedilah di Markas Front Penyelamat Reformasi Indonesia, Jl. Diponegoro No.72 Menteng Jakarta Pusat, Selasa (21/5/2024).
Dia mengatakan, pihaknya ingin korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) diberantas dan hadir pemerintahan yang bersih yang menghargai keberadaan dan pendapat masyarakatnya.
Namun, Ubedilah merasa prihatin dengan indeks hak asasi manusia (HAM) di Indonesia yang skornya berada di angka 3,2 persen.
“Jadi dari sisi demokrasi kita memburuk dari sisi korupsi kolusi nepotisme merajalela dari sisi hak asasi manusia juga memburuk. Dari sisi ekonomi kita stagnan,” ujar Ubedilah.
Ia juga menyinggung kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di saat banyak masyarakat mengalami kesulitan. ekonomi. Ubedilah menekankan hal ini merupakan persoalan serius yang perlu diperhatikan oleh pemerintah.
“Setidaknya agenda-agenda penting itu dari soal demokrasi dari soal korupsi kolusi dan nepotisme dari soal hak asasi manusia sampai soal ekonomi semuanya rapornya kami menyatakan ini merah,” tuturnya.
“Karena kami menyelami bagaimana rakyat mengalami penderitaan. Jangan lagi kekuasaan membohongi publik. Bahwa bangsa kondisinya dalam kondisi yang tidak baik baik saja,” tambah dia.