News

Perpanjangan Masa Jabatan Kades Kental Muatan Politis

Perpanjangan masa jabatan kepala desa (kades) dari 6 menjadi 9 tahun dalam satu periode dianggap kental muatan politis. Perpanjangan masa jabatan kades melalui revisi UU Desa dianggap sarat kepentingan politis lantaran tidak bersumber dari aspirasi akar rumput. Lagipula, efektivitas perpanjangan masa jabatan tidak menjamin dana desa yang selama ini menjadi sorotan lantaran rawan korupsi, dapat digunakan sesuai dengan peruntukan desa.

Pakar hukum tata negara Adam Muhshi menyebutkan, tidak ada motivasi selain melanggengkan kekuasaan kades atas aspirasi perpanjangan masa jabatan. Apabila revisi UU Desa dipaksakan, dia meminta hal itu tidak dilakukan sekarang ini lantaran rentan terjadi politik transaksional.

“Saya berharap revisi UU Desa tidak masuk pada Program Legislasi Nasional 2023 karena menjelang tahun politik yang berpotensi terjadi transaksional jelang Pemilu 2024,” kata Adam, Senin (23/1/2023).

Ia mengatakan pembatasan masa jabatan merupakan perwujudan prinsip demokrasi dan semangat yang dihendaki UUD 1945 untuk mencegah berbagai tindakan penyimpangan, seperti korupsi dan oligarki kekuasaan. Perpanjangan masa jabatan kades menjadi 9 tahun dan bisa menjabat untuk satu periode lagi sama saja melanggengkan korupsi. Sebab, secara faktual dana desa rawan korupsi.

Berdasarkan data KPK, sejak 2012-2021 tercatat 601 kasus korupsi dana di Indonesia. Sebanyak 686 kades terjerat dalam perkara korupsi itu. “Saya kurang setuju dengan tuntutan para kepala desa tersebut karena tuntutan itu tidak mengedepankan aspirasi masyarakat, namun kepentingan kades semata untuk berkuasa lebih lama,” tuturnya.

Adanya indikasi politik transaksional juga dapat dibaca dari aksi para kades yang pada awal pekan lalu menggelar aksi di DPR pernah mewacanakan perpanjangan masa jabatan presiden hingga tiga periode. Belakangan para kades yang mendorong perpanjangan masa jabatan menjadi 9 tahun dituding memiliki relasi dengan PDIP dan PKB, dua parpol pendukung pemerintah.

Perpanjangan masa jabatan kades, kata Adam, tidak produktif dan tidak menjamin percepatan pembangunan desa. Dia menilai ketentuan dalam Pasal 39 UU Desa yang mengatur jabatan kades diemban selama enam tahun dalam satu periode dan bisa menjabat hingga tiga kali masa jabatan secara berturut-turut maupun tidak, sudah tepat dan tak perlu diperpanjang menjadi 9 tahun dalam satu periode.

“Apabila diperpanjang menjadi 9 tahun, maka kepala desa dapat menjabat paling lama 27 tahun sehingga potensi untuk kesewenang-wenangan dalam kekuasaan dan tindakan korupsi semakin tinggi,” katanya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button