Market

Perppu Ciptaker Lindungi Pekerja, Perusahaan Tak Bisa PHK Seenak Jidat

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) tentang Cipta Kerja alias Perppu Cipta Kerja 2022 dianggap membuka peluang perusahaan memecat atau melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan mudah alias seenak jidat. Namun, Kabag Hukum dan Kerja Sama Luar Negeri Kementerian Ketenagakerjaan, Agatha Widianawati menepis hal itu.

“Tadi ada anggapan betapa mudahnya untuk melakukan PHK sebenarnya malah enggak. Itu justru di dalam Undang-Undang Cipta Kerja yang kemarin UU Nomor 11 2020 dan ditegaskan lagi di dalam Perppu 2 tahun 2022 ini bahwa PHK itu tidak demikian,” ucap Agatha dalam Sosialisasi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja melalui diskusi ‘Kupas Tuntas Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan’ di Denpasar, Bali, Kamis (9/3/2023).

Mungkin anda suka

Dalam Perppu ini, kata dia, ada aturan khusus untuk merumahkan pekerja. Ada pula sejumlah syarat dan ketentuan sebelum seorang pegawai di-PHK. Aturan ini akan melindungi para pegawai dari ancaman pemecatan.

“Yang pertama yang perlu dilakukan di dalam PHK harus dipahami bersama bahwa yang namanya PHK itu membawa kesengsaraan. Nah itu yang benar. Makanya itu tidak bisa di hanya di-handle oleh salah satu pihak,” timpal Agatha.

Menurut dia, perusahaan sama sekali tak berhak mengeluarkan keputusan sepihak untuk menjatuhkan PHK. Mengingat, ada tiga pihak yang ikut bertanggungjawab dalam mengambil keputusan itu. Mereka adalah pemerintah, perusahaan, dan juga pekerja.

“Apa maksudnya? Ketiga pihak ini harus mengupayakan tidak terjadi PHK,” ucap dia.

Sesuai Perppu No. 2/2022 tentang Cipta Kerja, PHK hanya dapat dilakukan bila perusahaan telah memberitahukan terlebih dahulu kepada pekerja dan pekerja memberikan persetujuan atas PHK tersebut.

Perusahaan, ditegaskan Agatha, wajib menjelasakan secara runut alasan PHK diberlakukan kepada seorang pekerja.

“Kemudian nanti ada tahapan teman-teman pekerja itu memberikan tanggapan. Kalau setuju untuk dilakukan PHK dengan kompensasinya tadi ya seperti pesangon dan uang penghargaan masa kerja uang penggantian haknya itu sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan atau sesuai dengan kesepakatan yang sudah dibuat, artinya kesepakatan yang lebih tinggi tentunya ya dari peraturan perundang-undangan. Maka selesailah PHK itu, terjadilah PHK,” papar dia.

Jika yang terjadi sebaliknya, sambung dia, dalam hal ini tak terjadi kesepakatan antara pekerja dan perusahaan, penyelesaian PHK wajib dilakukan melalui perundingan bipartit antara pengusaha dengan pekerja atau Serikat Pekerja.

Bipartit adalah perundingan antara pekerja alias buruh atau serikat pekerja/buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial dalam satu perusahaan, yang dilakukan dengan prinsip musyawarah untuk mencapai mufakat secara kekeluargaan dan keterbukaan.

Jika dalam praktiknya menggunakan perundingan bipartit tidak kunjung mendapatkan titik terang, wajib melakukan penyelesaian melalui mekanisme yang diatur dalam Undang-Undang No. 2/2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

Dengan demikian, perusahaan tidak bisa seenak jidat melakukan PHK karena ada prosedur yang bersifat mengikat.

“Jika pegawai tidak terima maka harus melalui tahap perundingan, dan ia dilindungi oleh Serikat Pekerja. Perppu Cipta Kerja membela para pekerja dan menjauhkan mereka dari risiko pemecatan,” imbuhnya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button