Ketua Umum Perkumpulan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) Philip J. Vermonte di Hotel Mercure Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Sabtu (9/11/2024) malam.(Foto: Inilah.com/ Syahidan)
Ketua Umum Perkumpulan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) Philip J. Vermonte buka suara terkait perbedaan hasil survei yang dirilis Poltracking Indonesia dengan Lembaga Survei Indonesia (LSI) terkait Pilkada Jakarta 2024.
Ia menyebut Dewan Etik tidak pernah menyalahkan data yang diberikan Poltracking, namun sulit untuk diverifikasi.
“Dewan Etik tidak pernah bilang ini data salah. kita bilang, kita tidak bisa memverifikasi datanya, validitasnya susah untuk dipastikan,” kata Philip di Hotel Mercure Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Sabtu (9/11/2024) malam.
Philip mengatakan, Persepi hanya menjatuhkan sanksi bagi Poltracking tidak boleh mempublikasikan hasil survei, tanpa terlebih dahulu mendapatkan pemeriksaan data oleh dewan etik.
“Bukan mau dipengaruhi dulu. Wah ini enggak boleh dirilis yang lain-lain. tapi, dipastikan bahwa prosedurnya tidak mengurangi ketidakcermatan dalam survei yang ini,” ucap Philip.
Philip menambahkan, pihaknya tidak menemukan data yang salah dari Poltracking. Namun, Persepi perlu memverifikasi data survei yang menjadi perdebatan di tengah masyarakat. Ia menyebut Persepi wajib mengingatkan anggota untuk verifikasi data sebelum merilis hasul survei.
“Anggota kami kan ada 71 loh. kalau ada 1 yang diprotes orang kemudian muncul tidak kepercayaan kepada survei. kan menurut saya, survei itu, kalau saya berpandangan, survei itu baik dengan banyak tujuan. Namanya negara demokrasi pendapat pribadi orang kita harus tahu,” kata Philip.
Philips menjelaskan alasan dewan etik menjatuhkan sanksi karena Poltracking Indonesia menyerahkan dua set data berbeda. Poltracking Indonesia menyerahkan 2.000 data responden, namun setelah ditelusuri Persepi hanya 1.652 responden.
“Sisanya itu lah yang kami tanyakan kepada Poltracking Indonesia. Teman-teman di Poltracking mengatakan data terletak di server, jadi yang diunduh adalah data yang bersih sudah kena filter dari server. Sehingga, yang bisa dianalisa 1.652,” ujar Philip.
Jadi, kesimpulan ada sekitar 348 data yang tidak valid. Persepi kemudian memberikan kesempatan dan meminta Poltracking Indonesia untuk mengambil data asli yang tersimpan di server.
“Jawaban teman-teman di Poltracking Indonesia adalah data itu di server, server bekerja sama dengan vendor. Survei sudah selesai, sudah ditutup akses datanya. Jadi, kami meminta jawaban tertulis untuk diperiksa oleh dewan etik apakah jawaban tertulis itu bisa diterima,” tutur dia.
Philips menuturkan, hasil diskusi dari dewan etik menyimpulkan jawaban tertulis dari Poltracking Indonesia tidak bisa menjawab pertanyaan yang ditanyakan oleh Persepi.
Lalu, lanjut Philip, dilakukan pertemuan kedua dengan Poltracking Indonesia secara virtual. Hasilnya, mereka masih belum bisa memberikan data mentah sejumlah 2.000 responden. Maka, akhirnya diambil keputusan.
Belakangan, Poltracking Indonesia berhasil mengambil data 2.000 responden dari server. Kemudian, data tersebut diperiksa oleh Dewan Etik Persepi.
“Ternyata 2.000 data responden yang diserahkan belakangan oleh Poltracking Indonesia, missing values-nya malah rapi. Sehingga, kami bingung. Data yang kami pegang seharusnya yang mana,” ucapnya.