News

Gagal Ginjal Akut Disebut Insiden Kesehatan Tak Biasa, Pemerintah Harus Tetapkan KLB

Sabtu, 22 Okt 2022 – 14:35 WIB

Gagal Ginjal

Pemeriksaan terkait kasus gagal ginjal akut pada anak. (Foto: Inilah.com).

Pemerintah didesak menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) terkait kasus gagal ginjal akut pada anak.

Menurut Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman, situasi terkait penyakit itu saat ini sudah memenuhi syarat penetapan KLB berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 1501 Tahun 2010. Salah satunya menyangkut insiden kesehatan tak biasa.

“Sangat terpenuhi syarat KLB. Penetapan KLB itu di pasal 6 Permenkes itu memenuhi semua. Enam poin dari delapan poin terpenuhi, antara lain yang sangat mendasar, KLB dalam definisi WHO (organisasi kesehatan dunia) yaitu public health event yang akut, insiden kesehatan yang tidak biasa, dan ini ada peningkatan (kasus),” kata Dicky dalam diskusi MNC Trijaya bertema Polemik Misteri Gagal Ginjal Akut, Sabtu (22/10/2022).

Dia menjelaskan, peningkatan jumlah kasus sangat signifikan dari waktu maupun terkait kematian. Ia mengungkapkan, jika berkaca dari negara lain seperti Gambia, Panama hingga Haiti, ketiga negara itu sudah menetapkan status KLB ketika angka kematian sudah mencapai 50 persen ke atas. Penetapan KLB ini juga penting karena ketika dirinya membaca literatur, dugaan durasi kasus gagal ginjal akut akan berlangsung selama 8 bulan.

“Durasinya bisa 8 bulan, ini merujuk pada literatur sebelumnya, di Haiti itu November sampai Juni tahun berikutnya. Makanya status KLB ini penting,” ujar Dicky.

Status KLB Membantu Masyarakat

Tidak hanya itu, kata Dicky melanjutkan, dengan penetapan KLB juga dapat membantu pemerintah daerah dan masyarakat dalam hal biaya perawatan.

“Bicara pemerintah daerah, pemerintah sudah benar. Tapi pasien itu dari hasil diskusi saya di Bau-Bau untuk pengiriman obatnya itu ke Makassar mau pakai apa, masa mau pakai perahu? Ya harus pakai pesawat. Nah itu uangnya dari mana, jangankan orangnya (secara mandiri), pemda saja tidak ada biayanya. Artinya status KLB ini membantu masyarakat. Jadi jangan hanya dilihat di Jakarta saja, tapi daerah juga,” ujar Dikcy memaparkan.

Hal senada juga turut disampaikan oleh anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher. Ia turut mendesak pemerintah untuk mempertimbangkan status KLB dan membentuk tim pencari fakta.

“Saya memang mendesak pemerintah agar menggencarkan edukasi, menjelaskan penyebabnya. Saya juga mendesak agar pemerintah dapat mempertimbangkan status KLB dengan juga membentuk tim independen pencari fakta,” tegasnya.

Karena bagi Netty, kasus gagal ginjal akut pada anak berkaitan dengan persoalan kesehatan yang tentu harusnya menjadi perhatian khusus oleh pemerintah. Belum lagi kebutuhan pemda yang tentu juga harus diperhatikan.

“Pertama, kriteria KLB itu sudah memenuhi semuanya. Yang kedua, konsekuensi KLB itu akan membangun kesiapsiagaan penatalaksanaan yang kurang lebih sama (antara pemerintah pusat dengan pemda). Karena kita tahu faskes, sarana prasarana yang dimiliki daerah tentu tidak sebaik yang ada di kawasan urban area. Nah kalau KLB diterapkan, insya Allah ini akan menjadi perhatian kita semua,” ujar Netty.

Ratusan Kasus Kematian

Sebelumnya, Menteri Kesehatan RI (Menkes RI) Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan ada 133 kematian anak akibat gagal ginjal akut di Indonesia. Angka tersebut meningkat dibanding sebelumnya yaitu 99 kasus kematian.

“Bahwa ada 241 kasus gangguan ginjal akut (AKI) di 22 Provinsi, dengan 133 kematian (55 persen dari kasus),” kata Budi Gunadi Sadikin.

Masih menurut Menkes, kasus ini mulai meningkat sejak Agustus 2022 karena adanya lonjakan 35 kasus. Terlihat, dari 241 kasus, gagal ginjal akut tersebut menyerang balita di bawah usia 5 tahun.

“Gejala klinisnya, dimulai dengan demam, kehilangan nafsu makan dari bayi-bayi ini ya, yang spesifik dengan ginjal, mereka itu tidak bisa ke belakang (Buang Air Kecil), dan buang air kecilnya sedikit,” paparnya.

Menkes menjelaskan, ternyata kondisi anak-anak yang masuk rumah sakit semakin meningkat di Agustus ke September 2022. Kebanyakan, anak-anak mengalami penurunan kesehatan setelah lima hari dirawat.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button