News

PKS Ingatkan Prabowo Jangan Hanya Beli Pesawat, Pikirin Transfer Teknologinya

Terkait pembelian sejumlah alat utama sistem pertahanan (alutsista) khususnya pesawat tempur, DPR mengingatkan pentingnya transfer teknologi. Berdayakan industri pertahanan nasional agar bisa berkarya.

Indonesia dan Prancis meneken persetujuan kerja sama pertahanan/Defence Cooperation Agreement (DCA) di Paris, 28 Juni 2021. Arahnya memperkuat dan memperluas cakupan kerja sama pertahanan.

Tindak lanjutnya, pemerintah memesan 42 pesawat tempur buatan Prancis. Pemerintah juga membeli dua kapal selam jenis Scorpene dari Prancis. Pembelian ini merupakan bagian kerjasama penelitian dan pengembangan PT PAL, perusahaan yang bergerak di industri galangan kapal dengan Naval Group.

Ada pula kerja sama pemeliharaan, perbaikan, dan overhaul pesawat tempur buatan Prancis di Indonesia melalui Dessault dan PT Dirgantara Indonesia. Pemerintah juga menandatangani nota kesepahaman di bidang telekomunikasi serta pembuatan amunisi kaliber besar.

Sukamta, anggota Komisi I DPR RI, Senin (14/2/2022) di Jakarta menyatakan, pembelian 42 pesawat tempur dan alutsista lainnya, merupakan bagian dari rencana penguatan alutsista Indonesia. “Dalam rangka pemenuhan target Minimum Essential Forces (MEF). Kita berharap pembelian ini diikuti dengan penguatan industri pertahanan dalam negeri,” papar Sukamta kepada Inilah.com.

Wakil Ketua Fraksi PKS ini, menjelaskan, sesuai dengan amanat UU RI No. 16 tahun 2012 tentang Industri Pertahanan, setiap pembelian alutsista dari luar negeri harus diikuti dengan transfer teknologi.

Mengingat, kata dia, pembelian ini, anggarannya cukup gede. Untuk itu, pemerintah perlu memperhatikan skema transfer teknologi. Semuanya harus direncanakan dengan baik, rinci, dan matang, tidak asal-asalan. “Apalagi biaya yang mencapai Rp68 triliun bukanlah sedikit. Terlebih kita semua sedang menghadapi pandemi yang juga membutuhkan biaya besar untuk pemulihannya,” paparnya.

Sukamta melanjutkan, seharusnya ada sebagian pesawat tempur pesanan itu, nantinya bisa diproduksi di Indonesia. “Kita sudah memiliki PT Dirgantara Indonesia (sebelumnya IPTN) yang sudah dilibatkan dalam kerjasama dalam pembuatan KIX/ KFX. Ini menjadi modal awal yang bagus. Jika ada sebagian dari batch pesanan itu yang dibuat di PT DI, tentu akan menjadi lompatan luar biasa dalam akuisisi teknologi pesawat tempur,” tuturnya.

“Semoga Menteri Pertahanan Prabowo Subianto memasukkan strategi tersebut dalam kerjasama jual-beli pesawat dan lainnya tersebut. Banyak negara lain yang bisa memberikan skema itu, sehingga dipilihnya pembelian pesawat dari Perancis ini menjadi langkah penting dan strategis bagi kepentingan pertahanan negara secara lebih luas,” imbuh doktor jebolan Inggris ini.

Informasi saja, pemerintah Amerika Serikat (AS) juga telah menyetujui penjualan 36 unit pesawat tempur F-15 kepada Indonesia senilai US$14 miliar, atau setara Rp200 triliun. Saat ini, tahapannya negosiasi.

“Karena itu, penting sekali lagi kami tekankan pemerintah harus serius dalam keberpihakannya memajukan industri pertahanan dalam negeri. Anggaran sebesar itu bisa untuk menstimulus industri pertahanan kita, jangan beli-beli terus orientasinya, itu sama saja menumbuhkan ekonomi bangsa lain,” papar Sukamta.

Belanja alutsista dengan anggaran cukup besar, kata dia, perencanaannya harus matang. “Jangan sampai muncul security dilema yang memicu arm race (perlombaan senjata) negara lain. Karena dapat dipastikan pengadaan alutsista dalam jumlah besar akan menimbulkan detterent effect bagi negara-negara lain,” tegas wakil rakyat dari DI Yogyakarta ini.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Iwan Purwantono

Mati dengan kenangan, bukan mimpi
Back to top button