Anggota Komisi V DPR dari Fraksi PKS, Syahrul Aidi Maazat menyambut positif pengambilalihan aset PT Duta Palma Group oleh negara. Ia mendukung penuh kebijakan dan ketegasan Presiden RI Prabowo Subianto dalam menegakkan hukum, khususnya di bidang lingkungan dan kelestarian sumber daya alam (SDA).
“Kami mendukung kebijakan dan ketegasan Presiden Prabowo untuk membuktikan kehadiran negara dalam penegakan hukum, khususnya lingkungan dan kelestarian SDA, apalagi sumber daya dimaksud memiliki nilai ekonomi tinggi dan berkesinambungan,” ujar Syahrul dalam interupsi di Sidang Paripurna ke-15 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024-2025 di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, dikutip Jumat (20/3/2025).
Syahrul menyatakan pemerintah harus memastikan proses peralihan aset PT Duta Palma ke PT Agrinas Palma Nusantara (APN), tidak menimbulkan masalah baru. Terlebih, selama ini PT Duta Palma tak pernah melaksanakan ketentuan mengenai pemenuhan kewajiban 20 persen terkait dengan pembebasan lahan.
Legislator dari daerah pemilihan (Dapil) Riau II ini juga mendorong pelibatan pemerintah daerah (pemda), khususnya BUMD provinsi dan kabupaten/kota dalam pengelolaan SDA tersebut agar masyarakat yang selama ini terdampak pengelolaan hutan yang dijadikan kebun, bisa mendapatkan manfaatnya.
Tak hanya itu, Syahrul juga berharap pengelolaan aset ini dapat menjadi solusi bagi defisit anggaran di Provinsi Riau.
“Apalagi saat ini Provinsi Riau sedang mengalami defisit anggaran Rp3,5 triliun. Mudah-mudahan ini menjadi solusi bagi pendapatan asli daerah untuk menunjang pembangunan di Provinsi Riau,” tandasnya.
Sebelumnya, Gubernur Riau, Abdul Wahid pusing menghadapi kondisi keuangan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau, yang saat ini mengalami defisit sebesar Rp1,5 triliun serta tunda bayar kegiatan yang mencapai lebih dari Rp2,2 triliun.
Dalam rapat pembahasan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang digelar di Balai Serindit Gedung Daerah, Pekanbaru, pada Rabu (12/3/2025), Abdul Wahid mengaku belum pernah melihat tunda bayar sebesar itu sepanjang sejarah Riau.
Abdul mempertimbangkan memangkas Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemprov Riau. Selain TPP, pengurangan anggaran juga akan dilakukan pada biaya perjalanan dinas, konsumsi rapat, serta sewa gedung untuk kegiatan seremonial dan Focus Group Discussion (FGD).
Abdul menyatakan, belanja pegawai di Riau telah mencapai 38 persen dari total anggaran, padahal seharusnya tidak melebihi 30 persen. Ia juga menegaskan TPP adalah tambahan di luar gaji yang seharusnya diberikan berdasarkan beban kerja, bukan sekadar formalitas.
Setiap bulannya, Pemprov Riau mengeluarkan Rp85 miliar untuk membayar TPP. Dengan kondisi keuangan yang hampir membuat Riau bangkrut, maka kebijakan pemangkasan ini dianggap sebagai langkah rasional, agar beban fiskal tidak semakin berat.