News

Plt Ketum PPP: Romy Adalah Contoh yang Tak Patut Ditiru Kader Lain

Plt Ketua Umum (Ketum) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Muhammad Mardiono berdalih saat ditanyakan apa yang menjadi alasan partai mendapuk eks napi korupsi, Romahurmuzi atau Romy menjadi Ketua Majelis Pertimbangan partai.

Ia ingin kehadiran Romy bisa menjadi contoh agar perilaku rasuahnya tidak ditiru oleh kader-kader lain. “Agar memberikan guidance pada kader-kader kami tidak untuk terjerembab dalam hal yang sama,” jelasnya di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (3/1/2023).

Soal polemik atas perekrutan Romy, ia mengaku pasrah dan menyerahkan semuanya kepada rakyat. Yang jelas, dirinya hanya ingin memberikan ruang kepada seluruh kader, termasuk Romy. “Kami memberi ruang kepada seluruh kader kami untuk berkiprah pada tempatnya, rakyat yang akan menilai,” tambahnya.

Diketahui, kputusan PPP mendaulat Romy menjadi Ketua Majelis Pertimbangan partai, memantik kritik. Pemberian jabatan strategis partai kepada eks napi korupsi telah menciderai perasaan rakyat.

Pengamat politik Pangi Chaniago mengatakan fenomena ini sudah merata terjadi di semua partai politik (parpol). Menurutnya, sebelum ramai pengangkatan Romy oleh PPP, publik juga dipertontonkan fenomena serupa, kala Partai Demokrat kembali merekrut Andi Malarangeng, yang juga menyandang status eks napi korupsi.

“Sejak kapan politisi kita bicara etika, sedangkan aturan main bernegara banyak mereka bodo amat. Jauh bicara moral dan etika justru mantan eks koruptor mendapatkan jabatan yang cukup strategis di parpol, itulah realitas dan fakta politik kita hari ini,” jelasnya kepada inilah.com, Senin (2/1/2023).

Pangi menyebut, perangkat hukum di Indonesia terlalu lunak kepada koruptor. Semestinya, mantan napi korupsi yang pernah dipenjara harus dicabut hak politiknya selamanya. Tidak peduli masa tahanannya dua tahun atau 10 tahun.

“Saya katakan begini, sepanjang tidak keras fitur perangkat hukum kita menghukum koruptor, sepanjang itu pula kita tidak berdaya hanya menilai mereka berdasarkan standar moralitas, tidak malu, tidak ada efek jera,” paparnya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button