Daren Jason Watkins Jr. atau lebih dikenal dengan nama IShowSpeed adalah megabintang dunia. Di zaman ini, sulit untuk menandingi ketenarannya yang sanggup menggerakkan jutaan orang. Saat berjalan di pusat kota Chongqing, China, awal April 2025, ia diikuti ribuan warga setempat yang tersihir oleh personanya. Mereka mengikuti ke mana pun pemuda itu pergi sambil mengelu-elukan namanya.
Fenomena semacam ini hanya pernah dicapai global superstar seperti Muhammad Ali, Michael Jackson, atau David Beckham. Bahkan sambutan kepada Chris Martin, Lionel Messi, atau Cristiano Ronaldo tak pernah semeriah itu saat mereka mengunjungi kota-kota dunia.
Padahal, Speed bukanlah seorang atlet, rockstar, atau bintang film. Ia hanya pemuda 20 tahun yang berusaha membunuh kebosanan selama pandemi 2021 dengan bermain gim sambil melakukan live streaming. Karena ekspresinya yang lucu dan celetukannya yang aneh, sambil mengeja nama-nama pemain bola secara sembarangan, subscriber YouTube-nya meledak. Sampai hari ini, boleh dibilang ia adalah streamer nomor satu di dunia. Pengaruhnya nyata dan melintasi batas.
Siapa sangka, kunjungannya ke China bulan April 2025 ini mengubah persepsi dunia. China yang selama berpuluh-puluh tahun dihajar politik narasi Hollywood dengan dicitrakan sebagai negara miskin dan terbelakang, dipulihkan Speed dalam waktu hanya seminggu! Mata dunia pun terbelalak melihat betapa maju dan futuristiknya China. Mereka bukan hanya negara adidaya secara militer dan ekonomi, tetapi mendefinisikan ulang kemajuan melalui teknologi.
Video-video Speed selama kunjungannya ke Shanghai, Beijing, dan Chongqing the Cyber City pun membanjiri internet. Pesannya kuat: China tak seperti yang dunia, apalagi Amerika Serikat, kesankan selama ini—sesak, kumuh, miskin, dan terbelakang. Speed, sebagai outsider, menunjukkan fakta sebaliknya tentang Negeri Tirai Bambu itu: nyaman, bersih, kaya, canggih.
Imagined Community
China hari ini adalah buah dari politik imajinasi yang matang. Xi Jinping berhasil menghidupkan kembali imajinasi kejayaan Tiongkok sebagai peradaban besar melalui sebuah proyek politik imajinasi yang ia sebut sebagai The Chinese Dream, mimpi-mimpi bangsa China. Meminjam istilah Sekjen Partai Komunis China (PKC) sebelum Xi, Jiang Zemin, China Dream adalah “the great rejuvenation of the Chinese nation”, kebangkitan besar bangsa China.
Secara sistematis, politik imajinasi ini diimplementasikan dalam berbagai proyek ambisius China. One Belt and One Road (OBOR), misalnya, adalah sebuah inisiatif global yang membayangkan Silk Road yang legendaris berjaya kembali menjadi rute utama perdagangan dunia. Ini bukan sekadar proyek infrastruktur, melainkan sebuah narasi peradaban. OBOR adalah representasi sempurna dari politik imajinasi yang menyatukan sejarah kejayaan masa lampau dan harapan baru yang ditarik dari masa depan.
Ekspansi China di bidang teknologi juga dilakukan secara serius. Huawei menjadi perusahaan teknologi yang merajai industri superconductor dan quantum computing, membuat raksasa seperti Google, Microsoft, dan Apple ketar-ketir. TikTok menjadi platform media sosial yang paling berpengaruh di seluruh dunia—sampai dilarang di Amerika Serikat. Teranyar, BYD menjadi perusahaan otomotif dengan rekor penjualan tercepat sepanjang sejarah, membuat Tesla, Mercedes-Benz, sampai BMW menjadi kecil. Pabrik mobil listrik canggih itu di Zhengzhou dibangun dengan dana lebih dari 100 miliar yuan, setara dengan 14 miliar USD—luasnya melebihi kota San Francisco.
Bangsa China yang maju, digambarkan Speed dengan percakapan menggunakan kacamata yang bisa menerjemahkan bahasa Mandarin ke Bahasa Inggris secara instan, lalu humanoid yang komunikatif dan pandai berjoget—tak mungkin ada tanpa imajinasi. Keberanian pemimpinnya membangun imajinasi dan narasi adalah langkah politik yang luar biasa.
Menurut Benedict Anderson dalam bukunya Imagined Communities (1983), politik pada dasarnya adalah kerja mengimajinasikan kebangsaan. Bangsa adalah komunitas yang dibayangkan (imagined), bukan entitas yang alami. Identitas nasional suatu negara tidak lahir dari fakta geografis atau rasial, tetapi dari konstruksi naratif dan imajinasi kolektif.
Bangsa Besar
Apakah Indonesia bisa mengikuti jejak China menjadi bangsa superior di tengah percaturan politik-ekonomi dunia? Jawabannya ada pada keberanian para pemimpinnya merancang dan memainkan politik imajinasi. Bangsa yang besar adalah bangsa yang punya masa depan yang jelas yang bisa dibayangkan (imagined) oleh masyarakatnya. Tanpa bayangan itu, masa kini adalah kecemasan dan kebimbangan yang tak tentu arah.
Filsuf berkebangsaan Kanada, Charles Taylor, lewat bukunya Modern Social Imaginaries (2004) menulis bahwa, “Masyarakat membentuk identitas dan nilai berdasarkan ‘social imaginaries’—yakni visi bersama tentang bagaimana hidup bersama, apa yang mungkin dan diinginkan bersama.” Maka, memperkuat Anderson, ia meyakini politik imajinasi adalah politik yang menyentuh gagasan terdalam masyarakat tentang diri mereka sendiri.
Melihat perdebatan dan perseteruan para elite kita, mengamati percakapan dan pertengkaran masyarakat di media sosial, pertanyaan mendasar yang harus kita jawab adalah: apa yang kita maui bersama tentang bangsa kita sendiri? Sudahkah ada kesadaran untuk mulai merumuskan keinginan-keinginan itu? Sebuah tujuan jangka panjang yang dikomunikasikan secara terus-menerus dan diperjuangkan bersama-sama.
Politik imajinasi harus kita mulai segera. Kaum elite dan kaum terpelajar bisa memulainya di ruang-ruang akademik, forum diskusi, dan seminar. Tulisan-tulisan harus diproduksi di jurnal ilmiah dan media massa. Narasi harus digaungkan di media sosial dan produk-produk multimedia. Selanjutnya, publik meresonansikannya di ruang-ruang sosial mereka: di rumah, di kedai kopi, di tempat ibadah. Itulah kerja politik imajinasi yang membentuk narasi bangsa.
Kita harus membangun apa yang disebut Arjun Appadurai sebagai The Capacity to Aspire, sebuah kemampuan untuk memiliki dan membayangkan aspirasi masa depan—yaitu impian, harapan, tujuan hidup, atau visi tentang dunia yang lebih baik. Inilah yang akan membangun dan memajukan bangsa kita: imajinasi yang memberdayakan, politik yang membuka ruang agar semua warga bangsa bisa turut bermimpi dan menentukan arah masa depan. Dari sanalah pemimpin negeri merangkumkan imajinasi bangsa ini, mendeklarasikan dan meneriakkan pekik perjuangannya: sebuah tujuan kolektif bangsa Indonesia yang diperjuangkan melalui keputusan politik dan kebijakan publik.
IShowSpeed juga pernah berkunjung ke Indonesia. Kunjungannya heboh dan lucu. Ia makan nasi Padang, memakai batik, menari kecak, dan mengunjungi rumah hantu. Apakah itu Indonesia yang kita bayangkan dan dambakan? Entahlah. Yang kita ingat dari kunjungan itu adalah satu frasa: “Minggir lu miskin!”
Tabik!.