Jenderal Romawi Julius Caesar pernah melontarkan pernyataannya yang terkenal, “Saya datang, saya lihat, saya menang”. Kalimat itu juga kerap dijadikan penyemangat bagi para atlet sebelum bertanding. Namun bagaimana jika kalimat itu disandingkan dengan segudang masalah PON XXI Aceh-Sumut? Mungkin kalimat yang pantas adalah, “Saya datang, saya lihat, saya malu”.
Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI Aceh-Sumut telah resmi berakhir pada Jumat (20/9/2024), dengan menempatkan kontingen Jawa Barat sebagai juara umum dan Ibu Kota Nusantara (IKN) di posisi terakhir tanpa medali.
Penutupan ajang olahraga itu digelar meriah di Stadion Utama Sumatera Utara, Sumut Sport Centre, Deli Serdang pada Jumat (20/9/2024) malam. Tak hanya menghadirkan sejumlah artis, pesta kembang api juga menambah euforia penutupan pesta olahraga tersebut.
Namun di balik kemeriahan itu terdapat sekian banyak potret masalah saat pesta olahraga di dua provinsi itu berlangsung. Mulai dari buruknya infrastruktur, menu makan atlet yang memprihatinkan, kerusakan venue, hingga insiden wasit yang dinilai tidak adil.
Potret buruk ajang olahraga itu berserakan di media sosial yang langsung menjadi bulan-bulanan warganet dengan melontarkan kritikan pedasnya untuk pemerintah.
Beberapa potret yang tersebar salah satunya adalah infrastruktur di GOR Bola Voli Indoor Sumut Sport Center Kabupaten Deli Serdang. Tampak akses jalan menuju GOR seperti kubangan lumpur dan tergenang banjir.
![PON Aceh-Sumut](https://i0.wp.com/c.inilah.com/reborn/2024/09/akses_ke_gor_voli_becek_antara_fb9defaef5.jpeg)
Kemudian insiden atap bocor di Arena Futsal Dinas Pemuda dan Olahraga Sumatera Utara, Deli Serdang saat laga final futsal putra tim Jawa Timur melawan Kalimantan Timur.
Belum selesai masalah venue, muncul lagi foto dan video menu makanan atlet yang dianggap tidak layak. Beberapa atlet mengeluhkan menu makanan yang tak sebanding dengan anggaran yang diberikan sebesar Rp50 ribu, dan dipukul rata. Padahal, kebutuhan gizi atlet berbeda-beda tergantung cabang olahraga yang diikuti.
Ditambah lagi dengan potret kericuhan di sejumlah pertandingan yang disebabkan karena ketidakpuasan pemain terhadap keputusan wasit. Seperti halnya laga perempat final sepak bola putra antara Aceh Vs Sulawesi Tengah.
![wasit PON Aceh-Sumut](https://i2.wp.com/c.inilah.com/reborn/2024/09/PON_2024_Pukul_Wasit_495117e4a0.jpg)
Dalam laga tersebut, wasit yang memimpin pertandingan terkapar di lapangan setelah dipukul oleh salah satu pemain.
Ketidakpuasan terhadap keputusan wasit juga terjadi di cabang tinju antara atlet Lampung melawan Sumatera Utara pada 14 September.
Laga tersebut berujung protes dari tim Lampung karena menganggap wasit tidak sportif dan memberikan keuntungan kepada tuan rumah.
Beberapa kasus di atas hanya sekelumit dari segudang permasalahan yang ada saat berlangsungnya pesta olahraga di Aceh-Sumut yang digelar 9-20 September 2024.
Tentu saja ini menjadi catatan buruk pesta olahraga bergengsi empat tahun di Indonesia. Padahal semestinya ajang kompetisi nasional ini bertujuan untuk memelihara persatuan, peningkatan prestasi, serta pencarian bibit atlet potensial di Tanah Air.
Melihat kondisi ini, Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Dito Ariotedjo langsung pasang badan sebagai pihak yang bertanggungjawab. Karena itu dirinya akan segera mengevaluasi total pelaksanaan PON XXI Aceh-Sumut 2024.
“Kami memohon maaf sebesar-besarnya atas segala kekurangan dan ketidaknyamanan yang terjadi selama penyelenggaraan PON ini,” ujarnya saat penutupan PON XXI Aceh-Sumut di Stadion Utama Sumatra Utara, di Deli Serdang, Jumat (20/9/2024) malam.
![menpora dito](https://i0.wp.com/c.inilah.com/reborn/2024/09/menpora_dito_ff4a570fa7.jpg)
Evaluasi ini dikatakannya meliputi seluruh aspek penyelenggaraan, mulai dari infrastruktur, fasilitas untuk atlet dan ofisial, hingga koordinasi antar-lembaga dan pelibatan komunitas. Langkah evaluatif ini diharapkan dapat menjadi landasan yang kuat untuk peningkatan kualitas event olahraga nasional berikutnya.
“Ke depan, mari kita terus menjaga semangat kebersamaan dan sportivitas ini. Bersama-sama, kita melangkah menuju prestasi yang lebih tinggi dan masa depan olahraga Indonesia yang lebih cerah,” tambahnya.
PON yang Dipaksakan
Melihat banyaknya permasalahan di ajang PON XXI Aceh-Sumut, Pengamat Olahraga Fritz Simanjuntak menilai ini adalah ajang kompetisi terburuk selama 20 tahun terakhir. Karena sarana dan prasarana banyak yang belum siap, baik untuk penonton, atlet, serta panitia pelaksana.
“Padahal PON dicanangkan presiden untuk mencapai prestasi dunia. Pertanyaannya, bagaimana mencapai prestasi dunia kalau konsentrasi atlet terganggu dengan fasilitas pertandingan yang tidak membuat mereka nyaman bertanding,” ujarnya kepada Inilah.com.
Dirinya menduga ketidaksiapan PON XXI dimulai dari pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) yang lambat dalam proses pencairan anggaran. Sehingga proses pembangunan infrastruktur banyak yang dimulai satu bulan menjelang digelarnya PON XXI.
![GOR Voli PON aceh-sumut](https://i0.wp.com/c.inilah.com/reborn/2024/09/gor_voli_efb77344ba.jpg)
“Sejak awal Aceh dan Sumut sudah diketahui belum siap. Bahkan pembangunan infrastruktur jalan sekitar stadion baru dimulai awal Agustus 2024,” ungkapnya.
Sementara itu Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio mengaku sangat kecewa dengan pagelaran PON XXI Aceh-Sumut. Dirinya menyoroti adanya oknum yang memanfaatkan situasi di ajang PON tersebut.
“Itu proyek penuh koruptor. Semua uang proyek, uang makan atlet pasti disunat,” ujarnya kepada Inilah.com.
Karena itu dirinya mendesak adanya pemeriksaan secara menyeluruh di tingkat pusat hingga pemerintah daerah di dua provinsi sebagai tuan rumah PON XXI.
Evaluasi Besar-besaran
Anggota Komisi X DPR RI Andreas Hugo Pareira mengatakan ajang PON XXI Aceh-Sumut harus dijadikan pelajaran untuk pemerintah dalam melaksanakan sebuah event besar dan reguler.
Sejumlah potret buruk PON kali ini dinilainya menjadi pelajaran untuk penyelenggara yang akan datang. Karena itu diperlukan adanya perbaikan sistem manajemen, sehingga tidak terjadi lagi carut-marut PON ke depannya.
“Harus ada evaluasi besar-besaran. Bukan hanya untuk infrastruktur besarnya saja, tapi hal-hal mendasar sekecil apapun harus dipersiapkan dengan sebaik-baiknya. Ke depan, kita tidak ingin ada masalah-masalah lagi dalam penyelenggaraan PON,” ucapnya kepada Inilah.com.
Permasalahan yang terjadi di PON Aceh-Sumut menurutnya adalah sebuah kegagalan manajemen, karena kurang maksimalnya persiapan. Seperti halnya insiden pemukulan wasit.
Meski tindakan kekerasan tidak bisa dibenarkan apapun alasannya, namun ia mengakui perlu adanya tindakan disiplin. Dugaan wasit berat sebelah juga harus tetap diinvestigasi.
![andreas hugo](https://i1.wp.com/c.inilah.com/reborn/2024/09/andreas_hugo_pdip_8cc35d30db.jpeg)
“Kesejahteraan dan keselamatan semua pihak yang terlibat dalam olahraga harus menjadi prioritas utama. Dan seleksi penentuan wasit yang memimpin pertandingan serta pengawasan terhadap juri maupun wasit juga harus dievaluasi,” katanya.
Politikus PDIP ini juga menyoroti soal soal menu makanan atlet, infrastruktur, serta venue yang belum siap. Kekacauan ini terjadi karena koordinasi antara instansi pemerintah dengan penyelenggara lokal masih lemah, serta kurangnya fokus pada standar infrastruktur yang layak.
“Jelas ini sudah mencederai semangat PON dan menjadi cerminan buruk tentang manajemen acara yang kurang maksimal. Perlu adanya kesadaran penyelenggara untuk memastikan semua elemen, mulai infrastruktur hingga kenyamanan atlet adalah bagian dari citra dan reputasi bangsa,” ujarnya.
Penentuan Tuan Rumah
Penentuan tuan rumah PON sejak era reformasi dilakukan dengan proses bidding yakni calon tuan rumah mengajukan diri sebagai lokasi PON ke Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).
Selanjutnya KONI mengumpulkan anggotanya menggelar rapat anggota untuk menentukan tuan rumah. Tuan rumah PON sudah ditentukan enam tahun sebelum event itu diselenggarakan.
Hasil rapat anggota KONI terkait penentuan tuan rumah PON kemudian diserahkan kepada Kemenpora sebagai wakil dari pemerintah. Selanjutnya Kemenpora yang menentukan provinsi yang menjadi tuan rumah PON dengan mengeluarkan SK yang isinya menetapkan provinsi yang terpilih menjadi lokasi penyelenggaraan PON.
Untuk Aceh dan Sumut, terpilih sebagai penyelenggara PON XXI 2024 dalam Rapat Anggota Tahunan (RAT) KONI tahun 2018 lalu. Penetapannya dilakukan oleh Menpora Zainudin Amali yang ditandai dengan penyerahan Surat Keputusan (SK) Nomor 71 Tahun 2020.
![menpora amali-koni](https://i2.wp.com/c.inilah.com/reborn/2024/09/amali_pon_dda187778b.jpg)
SK tersebut diberikan kepada Ketua Umum KONI Pusat Marciano Norman yang selanjutnya menyerahkannya kepada perwakilan kedua provinsi tersebut di Jakarta Pusat, Kamis (19/11/2020) silam.
Sedangkan untuk tuan rumah PON XXII 2028 telah ditetapkan yakni Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT).
Terkait penentuan tuan rumah PON, Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf menilai harus dilakukan dengan verifikasi yang sangat matang, terutama kesiapan dalam penyiapan anggaran dan pembangunan.
Hal ini berkaca pada pengalaman PON di berbagai daerah yang banyak meninggalkan masalah. Sehingga pemerintah daerah tidak hanya sekadar mengatakan siap namun akhirnya menanti uluran tangan dari pemerintah pusat.
![dede yusuf](https://i1.wp.com/c.inilah.com/reborn/2024/09/dede_yusuf_b3f6d57d12.jpg)
“Karena ketika kita berbicara penyelenggaraan PON itu berarti sukses penyelenggaraannya, sukses infrastrukturnya, sukses pasca-PON. Sukses juga kegiatan dan perkembangan ekonominya di sektor pembangunan daerah itu sendiri tentunya dan juga prestasi-prestasi yang dicapai,” katanya kepada Inilah.com.
Sementara itu Pengamat Olahraga Fritz Simanjuntak menyarankan penetapan tuan rumah PON harus berdasarkan kondisi sarana dan prasarana yang ada terlebih dahulu. Setelah itu memprioritaskan cabang olahraga yang ada di Olimpiade dan Asian Games.
“Harap diingat, ketergantungan kepada kepala daerah baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota sangat besar. Nah kalau kepala daerah terpilih tidak berminat fokus pada olahraga bisa repot,” tambahnya.
Siapa yang Bertanggungjawab?
Fritz menjelaskan sengkarut yang terjadi di ajang PON XXI Aceh-Sumut merupakan tanggung jawab pemerintah pusat. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang (UU) No.11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan.
Dalam UU tersebut disebutkan pemerintah pusat bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional dengan menugaskan KONI sebagai penyelenggara.
“Jadi Menpora yang paling bertanggung jawab atas buruknya pelaksanaan PON 2024,” ucapnya.
Hal senada juga diungkapkan Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansah. Ia menilai ketidaksiapan dua provinsi itu mencerminkan buruknya PON XXI.
“Kalau evaluasi jelas yang bertanggung jawab Kemenpora, kemudian pemerintah daerah yang minim koordinasi dan minim kolaborasi. Harusnya pindah ke tempat lain yang lebih siap,” ujarnya kepada Inilah.com.
Mengenai hal ini, Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf menjelaskan kesemrawutan yang terjadi di PON XXI Aceh Sumut harus ada yang bertanggung jawab, baik di tingkat pusat maupun daerah. Karena pemerintah daerah adalah pelaksana yang memiliki fungsi sebagai pengawasan.
“Jadi pihak yang harus bertanggung jawab tentu Menpora, tapi juga yang paling penting adalah pemerintah daerah,” jelasnya.
Dirinya juga mengaku perlu adanya sanksi bagi siapapun yang terlibat atas ketidaksiapan penyelenggaraan PON XXI Aceh-Sumut. Tak hanya sanksi administratif, tapi juga sanksi hukum jika ditemukan adanya unsur korupsi.
“Kami Komisi X tentu akan mendorong BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) melakukan audit menyeluruh terhadap penyelenggaraan PON ini. Nanti kita akan lihat sanksi apa yang akan diberikan,” pungkasnya.
(Harris Muda, M. Syahidan, Diana Rizky)